SELAMAT DATANG, ... SEMOGA INFORMASI YANG ADA DI BLOG INI BERMANFAAT BAGI ANDA

Rabu, 26 Agustus 2015

MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH



MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

I. PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Perpustakaan Sekolah

Secara umum perpustakaan mempunyai arti sebagai tempat yang di dalamnya terdapat kegiatan penghimpunan, pengolahan dan penyebarluasan (pelayanan) segala macam informasi, baik yang tercetak maupun yang terekam dalam berbagai media seperti buku, majalah, surat kabar, film, kaset, tape recoreder, video, komputer dan lain-lain. Semua koleksi sumber informasi tersebut disusun berdasarkan sistem tertentu dan dipergunakan untuk kepentingan belajar melalui kegiatan membaca dan mencari informasi bagi segenap masyarakat yang membutuhkannya.

Ada beberapa jenis perpustakaan yang tersebar di masyarakat, misalnya, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dan perpustakaan umum. Jenis perpustakaan tersebut kalau dilihat dari fungsinya adalah sebagai pusat pelayanan masyarakat. Namun apabila diamati lebih lebih lanjut, maka jenis perpustakaan tersebut bisa terdiri dari berbagai macam perpustakaan lagi yang secara spesifik berfungsi langsung terhadap lembaga yang menaunginya.

Perpustakaan Sekolah adalah perpustakaan yang ada di lingkungan sekolah. Diadakannya perpustakaan sekolah adalah untuk tujuan memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat di lingkungan sekolah yang bersangkutan, khususnya para guru dan siswa. Perpustakaan berperan sebagai media dan sarana untuk menunjang kegiatan proses belajar mengajar (PBM) di tingkat sekolah. Oleh Karen itu, perpustakaan sekolah merupakan bagian integral dari program penyelenggaraan pendidikan tingkat sekolah.

1.2 Tujuan Perpustakaan Sekolah

Tujuan didirikannya perpustakaan sekolah tidak terlepas dari tujuan diselenggarakannya perpustakaan sekolah secara keseluruhan, yaitu untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik (siswa atau murid). Perpustakaan sekolah sebagai bagian integral dari sekolah, merupakan komponen utama pendidikan di sekolah, diharapkan dapat menunjang pencapaian tujuan tersebut.



Sejalan dengan hal diatas, maka tujuan perpustakaan sekolah adalah sebagai berikut :

Mendorong mempercepat proses penguasaan teknik membaca para siswa.
Membantu menulis kreatif bagi para siswa dengan bimbingan guru dan pustakaan.
Menumbuhkembangkan minat dan kebiasaan membaca para siswa.
Menyediakan berbagai macam sumber informasi untuk kepentingan pelaksanaan kurikulum.
Mendorong, memelihara, dan memberi semangat membaca dan semangat belajar bagi para siswa.
Memperluas, memperdalam dan memperkaya pengalaman belajar para siswa dengan membaca buku dan koleksi lain yang mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi yang disediakan oleh perpustakaan.
Memberikan hiburan sehat untuk mengisi waktu senggang melalui kegiatan membaca, khususnya buku dan sumber bacaan lain yang bersifat kreatif dan ringan, seperti fiksi, cerpen dan lainnya.
1.3 Fungsi Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sekolah mempunyai empat fungsi umum, yaitu edukatif, informatif, kreasi dan riset atau penelitian.

Fungsi Edukatif : adalah segala fasilitas dan sarana yang ada pada perpustakaan sekolah, terutama koleksi yang dikelola, banyak membantu para siswa sekolah untuk belajar dan memperoleh kemampuan dasar dalam mentransfer konsep-konsep pengatahuan, sehingga di kemudian hari para siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut. Fungsi ini erat kaitannya dengan pembentukan manusia pembangunan yang berkualitas di masa yang akan datang. Pendidikan memang merupakan salah satu cara yang paling tepat untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya.
Fungsi Informatif : Ini berkaitan dengan mengupayakan penyediaan koleksi perpustakaan yang bersifat “memberi tahu” akan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan guru dan siswa. Melalui membaca berbagai media bahan bacaan yang disediakan oleh perpustakaan sekolah, para siswa dan guru akan banyak tahu tentang segala hal yang terjadi di dunia ini.
Fungsi Rekreasi : Dengan disediakannya koleksi yang bersifat ringan seperti surat kabar, majalah umum, buku-buku fiksi dan sebagainya, diharapkan dapat menghibur pembacanya di saat yang memungkinkan. Misalnya dikala sedang ada waktu senggang sehabis belajar seharian, bisa memanfaatkan jenis koleksi ini. Fungsi rekreasi ini memang bukan yang utama dari dibangunnya perpustakaan sekolah, namun hanya sebagai pelengkap saja guna memenuhi kebutuhan sebagai anggota masyarakat sekolah akan hiburan intelektual.
Fungsi Riset atau Penelitian : adalah koleksi perpustakaan sekolah bisa dijadikan bahan untuk membantu dilakukannya penelitian sederhana. Segala jenis informasi tentang pendidikan setingkat sekolah yang bersangkutan sebaiknya disimpan di perpustakaan, sehingga jika ada siswa atau guru yang meneliti ingin mengetahui informasi tertentu tinggal membacanya di perpustakaan.
1.4 Tugas/Kegiatan Perpustakaan Sekolah

Sesuai dengan pengertian perpustakaan sekolah yang memiliki tiga kegiatan utama yaitu kegiatan penghimpunan, pengolahan dan penyebarluasan segala macam informasi pendidikan kepada para siswa dan guru, maka perpustakaan sekolah bertugas dengan tugas inti yang dimaksudkan, yaitu :

Menghimpun atau mengumpulkan, mendayagunakan, memelihara dan membina secara terus-menerus bahan koleksi atau sumber informasi (bahan pustaka) dalam bentuk apa saja, seperti misalnya buku, majalah, surat kabar, da jenis koleksi lainnya.
Mengolah sumber informasi dengan menggunakan sistem atau cara tertentu, sejak dari bahan pustaka tersebut datang ke perpustakaan sampai kepada bahan pustaka tersebut siap untuk disajikan untuk dilayankan kepada penggunanya yakni para siswa, guru, dan staf dilingkungan sekolah yang bersangkutan. Kegiatan ini antara lain meliputi pekerjaan penginvetarisasian, pengklasifikasian, penggolongan koleksi, pengatalogan, pelabelan, pembuatan alat kartu dan kantong buku, pembuatan lembar pengembalian buku, dan lain-lain.
Menyebarluaskan sumber informasi atau bahan-bahan pustaka kepada segenap anggota yang membutuhkannya sesuai dengan kepentingannya yang berbeda satu dengan yang lain. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah pelayanan referens dan informasi, pelayanan peminjaman koleksi, pelayanan promosi, pelayanan bimbingan kepada pembaca dan sebagainya, termasuk pelayanan kepada para siswa dan guru dalam rangka mencari informasi yang berkaitan dengan minatnya


II. KOLEKSI PERPUSTAKAAN

2.1 Jenis Koleksi Perpustakaan Sekolah

Yang dimaksud dengan koleksi perpustakaan adalah sejumlah bahan atau sumber-sumber informasi, baik berupa buku maupun bahan bukan buku, yang dikelola untuk kepentingan proses belajar mengakar di sekolah yang bersangkutan. Secara keseluruhan isinya mengandung bahan-bahan yang semuanya dapat menunjang program kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah, baik program yang bersifat kurikuler maupun yang ekstra kulikuler.

Secara fisik, jenis koleksi yang diperluakan untuk suatu perpustakaan sekolah bisa dikelompokkan ke dalam kategori buku dan bahan bukan buku. Yang pertama meliputi segala jenis buku dan yang terakhir meliputi segala jenis bahan yang tidak termasuk ke dalam kategori. Rinciannya sebagai berikut :

1. Koleksi Buku

Buku disini bisa bermacam-macam jenisnya. Bisa buku yang bermateri fiksi maupun buku yang bersifat nonfiksi. Baik yang pertama maupun yang kedua masing-masing masih banyak variasi dan jenis dilihat dari segi isi maupun bentuk penyajiannya. Misalnya yang termasuk buku-buku fiksi antar lain ada fiksi umum, fiksi ilmiah, dan fiksi sastra. Sedangkan yang termasuk kedalam buku-buku nonfiksi antara lain meliputi buku-buku ilmiah, ilmiah popular, informasi umum, dan informasi khusus, termasuk di dalamnnya buku teks.

a. Buku-Buku Nonfiksi

Buku-buku nonfiksi ini banyak sekali jenisnya baik dilihat dari segi bentuk penyajian maupun pola isinya, berikut adalah contoh-contoh yang tergolong ke dalam kelompok buku-buku nonfiksi :

*. Buku Teks atau Buku Pelajaran.

Dilingkungan sekolah, buku teks ini dikenal dengan nama buku pelajaran,, karena dijadikan bahan dasar pengajaran. Bahkan yang disebut buku teks disini adalah buku-buku standar pengajaran yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) sebagai pedoman mengajar untuk guru dan sebagai buku pelajaran bagi siswa.

*. Buku Teks Pelengkap

Di samping buku-buku teks yang dimaksudkan seperti tersebut di atas, ada pula buku-buku yang masih tergolong ke dalam jenis buku teks, namun berfungsi sebagai penunjang pelajaran atau penunjang buku-buku teks. Materi buku teks pelengkap ini tetap didasarkan kepada kurikulum yang berlaku di sekolah. Buku teks dalam kelompok ini biasanya diterbitkan oleh penerbit swasta yang mendapat rekomendasi dari pemerintah terutama Depdikbud.

*. Buku Penunjang

Kelompok buku penunjang ini dikalangan sekolah sering disebut buku bacaan, atau bahkan ada yang menyebutnya sebagai buku perpustakaan. Buku-buku dalam kelompok ini bisa berasal dari kelompok buku-buku fiksi maupun nonfiksi selain buku teks dan pelengkap

*. Buku Referens atau Rujukan

Yang dimaksud dengan buku-buku referens atau rujukan adalah buku-buku yang memuat informasi secara khusus sehingga dapat menjawab atau menunjukkan secara langsung bagi pembacanya. Berikut ini beberapa contoh buku-buku yang tergolong ke dalam buku-buku atau koleksi referens :

Kamus : adalah daftar alfabetis kata-kata yang disertai dengan arti, lafal, contoh penggunaan dalam kalimat, dan keterangan lain yang berkaitan dengan kata.
Ensiklopedia : adalah daftar istilah-istilah ilmu pengetahuan dengan tambahan keterangan ringkas tentang arti dari suatu istilah-istilah. Tujuan utama diterbitkannya ensiklopedia adalah untuk meringkas dan mengorganisasikan akumulasi ilmu pengetahuan.
Buku Tahunan : adalah buku yang memuat peristiwa-peristiwa selama setahun terkahir. Pada umumnya buku tahunan ini berisi masalah statistic dan kejadian-kejadian penting selama setahun.
Buku Pedoman, Buku Petunjuk : dalam istilah sehari-hari sering disebut sebagai buku pinter, sebab dengan membaca buku sejenis ini orang menjadi pintar dan bisa mengetahui akan sesuatu yang masih samar-samar sebelumnya, serta dapat memperlancar kegiatan yang akan dijalankannya.
Direktori : sering disebut sebagai buku alamat, karena di dalamnya antara lain memuat alamat-alamat seseorang atau badan usaha.
Almanak : adalah suatu publikasi tertentu yang memuat bermacam keterangan antara lain data statistik, ramalan cuaca, dan berbagai peristiwa penting lainnya di suatu tempat, termasuk informasi bidang ilmu pengetahuan dalam jangka waktu tertentu.
Bibliografi : adalah daftar buku-buku yang ada di suatu tempat, disusun berdasarkan urutan abjad nama pengarang, judul, subjek, atau keterangan lain tentang buku.
Indeks : adalah daftar istilah yang disusun berdasarkan abjad atau dengan susunan tertentu disertai dengan keterangan yang menunjukkan tempat istilah yang berbeda.
Abstark : adalah uraian yang dipadatkan dari suatu karangan atau artikel yang biasanya bersifat ilmiah.
Atlas : bentuknya seperti buku. Berisi kumpulan peta dan keterangan lain yang ada hubungannya dengan peta lain.


b. Buku-buku Fiksi

Yang termasuk ke dalam kelompok buku-buku fiksi adalah buku-buku yang ditulis bukan berdasarkan fakta atau kenyataan. Buku tersebut ditulis berdasarkan hayalan atau imajinasi pengarang. Buku-buku fiksi ini biasanya dalam bentuk cerita, baik cerita pendek, ataupun cerita bersambung, komik dan novel.



2.2 Koleksi Bahan Bukan Buku

Terbitan Berkala (Majalah dan Surat Kabar)
Pamflet
Brosur
Gambar atau Lukisan
Globe
Koleksi Bahan Bukan Buku Lainnya
2. 3 Koleksi Bahan Pandang Dengar (Audiovisual)



2. Jumlah Koleksi

Dilihat dari fungsi perpustakaan sekolah yang masih mengutamakan unsur pembinaan minat maca dan pengembangan daya kreativitas dan imajinasi serta karakter anak, maka perbandingan antara jenis koleksi fiksi dan nonfiksi adalah 60:40. 60% untuk kategori jenis koleksi fiksi dan 40% untuk jenis koleksi nonfiksi.



3. Pengadaan Koleksi

Rangkaian kegiatan pengadaan bahan atau koleksi di perpustakaan sekolah meliputi kegiatan pemilihan koleksi dan teknik/cara pengadaannya.

1. Pemilihan Koleksi

Secara umum prinsip pemilihan koleksi untuk suatu perpustakaan sekolah adalah sebagai berikut :

Pemilihan koleksi perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan kurikulum yang berlaku di sekolah.
Pemilihan koleksi perpustakaan sekolah disesuaikan dengan sistem pendidikan nasional
Pemilihan koleksi perpustakaan disesuaikan dengan tingkat kemampuan membaca siswa di sekolah.
Pemilihan koleksi perpustakaan sekolah disesuaikan dengan dana yang tersedia.
2. Teknik/Cara Pengadaan Koleksi

Pembelian : untuk meringankan biaya pembelian, perpustakaan bisa melakukan pembelian di bursa buku-buku bekas atau menelusuri pameran-pameran buku karena pameran buku biasanya memberikan diskon besar-besaran, kesempatan seperti ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pengelola perpustakaan.
Tukar-menukar : Pustakawan bisa melakukan kerja sama dengan perpustakaan yang lain dengan tukar-menukar koleksi dengan cara peminjaman jangka panjang. Sehingga pengguna perpustakaan bisa memanfaatkan koleksi dari perpustakaan yang lain.
Hadiah : untuk mendapatkan buku secara cuma-cuma/ hadiah, maka perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif bekerja sama dalam mencari unit kerja atau instansi atau LSM mana yang dapat menghadiahkan buku-bukunya bagi keperluan perpustakaan. Pendekatan ini sangat diperlukan, karena dengan adanya permohonan yang resmi dari pejabat perpustakaan akan memudahkan proses pustakawan dalam memperoleh buku-buku yang di perlukan perpustakaan secara cuma-cuma.
Sumbangan : perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif mencari perpustakaan yang akan mengadakan penyiangan koleksi, sehingga bisa membuat permohonan buku-buku hasil penyiangan tersebut bisa disumbangkan dan dimanfaatkan oleh perpustakaan.
Kerjasama : perpustakaan bisa mendapatkan bahan pustaka dengan melakukan kerjasama, misalnya dengan penerbit dan penulis dengan mendapatkan harga buku-buku yang serendah-rendahnya dengan kualitas yang sama dengan buku yang bagus dan mahal.
Terbitan Sendiri : metode pengadaan koleksi yang terakhir adalah dengan memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari metode pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis yang dihasilkan oleh pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi koleksi perpustakaan.


III. PENGOLAHAN KOLEKSI/BAHAN PUSTAKA

Kegiatan pengolahan koleksi/bahan pustaka termasuk ke dalam salah satu tugas inti perpustakaan. Secara umum kegiatan pengolahan koleksi/bahan pustaka di perpustakaan dikelompokkan sebagai berikut :

3.1 Inventarisasi

Kegiatan inventarisasi ini terdiri atas beberapa pekerjaan yang antara lain sebagai berikut:

*. Pemeriksaan

Koleksi buku/bahan pustaka yang sampai di perpustakaan harus diperiksa, apakah sudah sesuai dengan yang diminta atau tidak, setelah itu periksa juga bentuk fisik buku, judul, pengarang, dan ciri-ciri lain yang dianggap perlu. Dan yang paling penting adalah kelengkapan isi dari buku yang dipesan.

*. Pengecapan/Pemberian Stempel

Tindakan selanjutnya adalah tindakan pengecapan/pemberian stempel pada buku yang telah diperiksa. Pembubuhan cap/stempel bisa dilakukan pada bagian atau halaman tertentu pada setiap buku milik perpustakaan. Minimal, tiga cap harus dibubuhkan pada setiap buku.

*. Pendaftaran ke Buku Induk

Setiap buku yang masuk ke perpustakaan harus didaftarkan ke dalam buku induk berdasarkan urutan masuknya buku tersebut ke perpustakaan, tanpa mempertimbangkan apakah buku tersebut buku lama atau buku baru. Hal ini gunanya untuk mengetahui seberapa banyak koleksi buku yang dimiliki perpustakaan. Adapun hal yang harus dicatat dalam inventarisasi adalah : tanggal, nomor buku, judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, tempat terbit, harga, dan keterangan.

3.2 Klasifikasi Koleksi/Bahan Pustaka

Salah satu tujuan utama semua perpustakaan adalah mengusahakan agar semua pengunjung dapat secara mudah dan langsung memperoleh bahan yang diperlukannya.

Klasifikasi adalah pengelompokan yang sistematis dari pada sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan cirri-ciri yang sama. Di dalam klasifikasi bahan pustaka dipergunakan penggolongan berdasarkan ciri tertentu. Misalnya oleh karena bentuk fisik yang berbeda, maka penempatan buku perpustakaan dipisahkankan dari surat kabar, majalah, piringan hitam, microfilm dan slides. Ada pula penggolongan berdasarkan penggunaan bahan pustaka, seperti koleksi referens dipisahkan dari koleksi buku lain, koleksi buku kanak-kanak atau buku bacaan ringan. Akan tetapi yang menjadi dasar utama penggolongan koleksi perpustakaan yang paling banyak dipakai adalah penggolongan isi atau subyek buku. Ini berarti bahwa buku-buku yang membahas subyek yang sama akan dikelompokkan bersama-sama.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi yang digunakan oleh perpustakaan di dunia, seperti : Deway Decimal Classification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC), Library of Congress Classification (LCC), Colon Classification (CC), dan lain-lain. Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan di beberapa Negara di dunia termasuk negara Indonesia adalah Deway Decimal Classification (DDC).



Sekilas Mengenai Deway Decimal Classification (DDC)

Bagan klasifikasi DDC ini merupakan bagan klasifikasi yang paling popular dan paling banyak digunakan di Indonesia. Bagan ini diciptakan oleh Melvil Deway (1851-1931). DDC merupakan bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut prinsip “decimal” dalam membagi cabang ilmu pengetahuan. DDC membagi semua ilmu pengetahuan ke dalam 10 kelas utama (Main Classes) yang diberi notasi berupa angka arab 000-900. Setiap kelas utama dibagi secara decimal menjadi 10 sub kelas (devision). Kemidan sub kelas dibagi lagi secara decimal menjadi 10 seksi (section), dan seterusnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini :

Kelas Utama :

000 – Karya Umum

100 – Filsafat dan Psikologi

200 – Agama

300 – Ilmu-Ilmu Sosial

400 – Bahasa

500 – Ilmu-Ilmu Murni

600 – Teknologi dan Ilmu Terapan

700 – Kesenian, Hiburan dan Olahraga

800 – Kesusastraan

900 – Geografi dan Sejarah

Divisi

400 – Bahasa

410 – Linguistik, Bahasa Indonesia

420 – Bahasa Inggris

430 – Bahasa Jerman

440 – Bahasa Perancis

450 – Bahasa Italia

460 – Bahasa Spanyol dan Portugis

470 – Bahasa Latin

480 – Bahasa Yunani Kuno

490 – Bahasa-bahasa lain

Seksi

410 – Linguistik, Bahasa Indonesia

411 – Sistem tulisan, Penulisan

412 – Etimologi

413 – Kamus

414 – Fonologi dan Fonetik

415 – Tata Bahasa

416 –

417 – Dialek Bahasa

418 – Bahasa-bahasa Daerah

419 – Bahasa Isyarat



3.3 Katalogisasi

Katalogisasi adalah proses pembuatan daftar pustaka (buku, majalah, CD, film mikro dan sebagainya) milik suatu perpustakaan. Daftar ini berfungsi untuk mencatat koleksi yang dimiliki, membantu proses temu kembali, dan mengembangkan standar-standar bibliografi internasional (Lasa Hs, 2007:129). Bentuk daftar pustaka ini bermacam-macam, seperti katalog cetakan, katalog berkas, katalog kartu, maupun katalog elektronik yang lazim disebut sebagai OPAC (Online Public Acces Catalog). Masing-masing bentuk katalog ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk efisiensi efektivitas proses temu kembali, sebaiknya bentuk katalog pada perpustakaan sekolah menggunakan katalog elektronik (OPAC). Perangkat lunak untuk katalogisasi dalam bentuk elektronik bermacam-macam dan tiap perangkat lunak memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sesuai dengan kemampuan perpustakaan sekolah pada umumnya, disarankan menggunakan perangkat lunak WINISIS yang dikembangkan oleh UNESCO atau perangkat lunak SLiMS yang dikembangkan oleh Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kelebihan kedua perangkat lunak tersebut antara lain adalah tersedia secara gratis di internet dan tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang berat/canggih. Selain itu, kedua perangkat lunak tersebut terbukti reliabel telah digunakan oleh banyak perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.

3.4 Shelving

Shelving adalah kegiatan penjajaran koleksi ke dalam rak/tempat koleksi berdasarkan sistem tertentu. Kegiatan ini merupakan langkah terakhir dari proses pengolahan bahan pustaka. Tujuannya agar koleksi dapat ditemukan dengan mudah dan dapat dikenali oleh pengguna atau pustakawan.

Sistem penjajaran koleksi ke dalam rak ada dua macam:

Berdasarkan jenis, yaitu disusun berdasarkan jenis koleksi dalam bidang apapun dijadikan satu susunan. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi referensi.
Berdasarkan sandi pustaka atau call number, yaitu disusun berdasarkan urutan nomor kelas sesuai dengan tata susunan koleksi. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi buku teks.
Dalam penjajaran buku ini perlu diperhatikan hal-hal berikut: (1) rak tidak diisi penuh untuk memudahkan penambahan dan pergeseran, (2) digunakan standar buku, (3) buku tidak disusun berlapis atau ditumpuk, (4) rak hendaknya mudah dipindahkan, (5) dan desain rak hendaknya disesuaikan agar sirkulasi udara baik (Lasa Hs, 2007:156).



IV. LAYANAN PERPUSTAKAAN

Layanan perpustakaan adalah pemenuhan kebutuhan dan keperluan kepada pengguna jasa perpustakaan. Tujuan layanan perpustakaan adalah melayani pengunjung dan pengguna perpustakaan.

Aktivitas layanan perpustakaan dan informasi bararti penyediaan bahan pustaka secara tepat dan akurat dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi bagi para pengguna perpustakaan. Perpustakaan memberikan layanan bahan pustaka kepada masyarakat adalah agar bahan pustaka tersebut yang telah diolah dapat dimanfaatkan dengan cepat oleh masyarakat pengguna perpustakaan.

4.1 Sistem Pelayanan

Menurut Qalyubi dkk, bahwa pelayanan di perpustakaan lazimnya menggunakan dua sistem, yaitu sebagai berikut :

a. Terbuka ( Open Access)

Sistem terbuka membebaskan pengunjung ketempat koleksi perpustakaan di rak buku. Mereka dapat melakukan browsing atau membuka – buka, melihat – lihat buku, mengambil sendiri. Ketika bahan tidak cocok, mereka dapat memilih bahan lain yang hampir sama atau bahkan yang berbeda.

Keutungan sistem terbuka :

­ Pemakai dapat melakukan browsing (melihat – lihat koleksi sehingga mendapatkan pengetahuan yang beragam) dan
Memberi kepuasan kepada pengguna karena pengguna dapat memilih sendiri koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelemahanya :

­Pemakai banyak yang salah mengembalikan koleksi pada tempat semula sehingga koleksi bercampur aduk.
­Petugas setiap hari harus mengontrol rak – rak untuk mengetahui buku yang salah letak dan
­Kehilangan koleksi relative besar.


b. Tertutup ( Closed Access)

Di dalam sistem tertutup pengunjung tidak diperkenankan masuk ke rak – rak buku untuk membaca ataupun mengambil sendiri koleksi perpustakaan. Pengunjung hanya dapat membaca atau meminjam melalui petugas yang akan mengembalikan bahan pustaka untuk para pengunjung.

Kelebihan sistem tertutup :

­ Koleksi akan tetap terjaga kerapianya dan
Koleksi yang hilang dapat diminimalkan.
Kelemahanya :

­Banyak waktu yang diperlukan untuk memberikan pelayan.
­Banyak waktu yang diperlukan untuk mengisi formulir dan menunggu bagi yang mengembalikan bahan – bahan pustaka dan
­Sejumlah koleksi tidak pernah disentuh atau dipinjam.


Jenis-Jenis Layanan Perpustakaan :

Open Access System atau sistem layanan terbuka
yaitu layanan bagi semua pengguna perpustakaan baik yang sudah menjadi anggota atau pun belum menjadi anggota diberi kebebasan mencari, memilih, dan mengambil sendiri bahan perpustakaan yang diinginkan secara langsung ke rak sesuai dengan kebutuhannya.

1. Layanan Terbitan Berkala

yaitu layanan yang meliputi Surat Kabar, Tabloid, Majalah, Jurnal, dan Buletin.

2. Layanan Sirkulasi

yaitu layanan kepada pengguna perpustakan dalam pemenuhan kebutuhan informasi terhadap koleksi bahan pustaka baik berupa peminjaman dan pengembalian buku oleh anggota perpustakaan ataupun sebaliknya.

3. Layanan Referensi atau Rujukan

yaitu layanan informasi bahan pustaka kepada masyarakat meliputi kamus-kamus, ensiklopedi dan tidak di pinjamkan.

4. Layanan Story Telling

yaitu layanan bercerita kepada anak-anak pra sekolah dan taman kanak-kanak.

Layanan Perpustakaan Berbasis Informasi dan Teknologi yaitu layanan berbasis Internet, OPAC (on-line public accses catalog).


REFERENSI



Darmono. 2001. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta : Grasindo

Hamakonda, Towa. 2008.Pengantar Klasifikasi Perpsepuluhan Deway. Jakarta : Gunung Mulia

Lasa Hs. 2007. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Media Pustakawa Indonesia. Vol. 11 (2) Juni 2004.

Perpustakaan Nasional RI. 1994. Perpustakaan Sekolah: Suatu Petunjuk Membina, Memakai, dan Memelihara Perpustakaan di Sekolah. Jakarta : Perpusnas RI.

Taufiq A.D dan Tri S. 2000. Pedoman Pengelolaan Perpustakaan Madrasah. Yogyakarta: BEP-FKBA-LPPI

Yusuf, Pawit M. 2010. Pedoman Penyelenggaran Perpustakaan Sekolah. Jakarta : Kencana.

Selasa, 25 Agustus 2015

KUNCI SUKSES KURIKULUM 2013



KUNCI SUKSES KURIKULUM 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjanjikan lahirnya generasi penerus bangsa yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Dengan kreativitas anak, anak-anak bangsa mampu berinovasi secara produktif untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Meskipun demikian, keberhasilan kurikulum 2013 dalam menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif, serta dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kunci sukses). Kunci sukses tersebut antara lain berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, kreatifitas, guru, aktivitas peserta didik, sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang kondusif akademik, dan partisipasi warga sekolah.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan disajikan berbagai kunci berhasilnya implementasi Kurikulum 2013 agar pembaca dapat mengetahuinya dan melaksanakan apa yang harus pembaca laksanakan sebagai pelaku pendidikan ataupun pengamat pendidikan demi tercapainya Kurikulum 2013 ini. Tercapainya keberhasilan Kurikulum 2013 dapat terlaksana apabila implementasinya berjalan lancar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah sebagai kunci sukses Kurikulum 2013?
2. Bagaimana kreativitas guru sebagai kunci sukses Kurikulum 2013?
3. Bagaimana aktifitas peserta didik sebagai kunci sukses Kurikulum 2013?
4. Bagaimana sosialisasi kurikulum 2013 sebagai kunci sukses Kurikulum 2013?
5. Bagaimana fasilitas dan sumber belajar sebagai kunci sukses Kurikulum 2013?
6. Bagaimana lingkungan yang kondusif akademik sebagai kunci sukses Kurikulum 2013?
7. Bagaimana partisipasi warga sekolah sebagai kunci sukses Kurikulum 2013?
C. Tujuan
1. Mengetahui kepemimpinan kepala sekolah sebagai kunci sukses Kurikulum 2013.
2. Mengetahui kreativitas guru sebagai kunci sukses Kurikulum 2013.
3. Mengetahui aktifitas peserta didik sebagai kunci sukses Kurikulum 2013.
4. Mengetahui sosialisasi kurikulum 2013 sebagai kunci sukses Kurikulum 2013.
5. Mengetahui fasilitas dan sumber belajar sebagai kunci sukses Kurikulum 2013.
6. Mengetahui lingkungan yang kondusif akademik sebagai kunci sukses Kurikulum 2013.
7. Mengetahui partisipasi warga sekolah sebagai kunci sukses Kurikulum 2013.














BAB II
PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kunci sukses pertama yang menentukan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 adalah kepemimpinan kepala sekolah, terutama dalam mengoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor penentu yang dapat menggerakkan semua sumber daya sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara berencana dan bertahap. Oleh karena itu, dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013 diperlukan kepala sekolah yang mandiri, dan professional dengan kemampuan manajemen serta kepemimpinan yang tangguh. Agar mampu mengambil keputusan dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah diperlukan, terutama untuk memobilisasi sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, serta hubungan sekolah dengan masyarakat.
Keberhasilan kurikulum 2013, menuntut kepala sekolah yang demokratis professional, sehingga mampu menumbuhkan iklim demokratis di sekolah yang akan mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi terciptanya kualitas pendidikan dan pembelajaran yang optimal untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik.
Kepala sekolah yang mandiri, demokratis, dan professional harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik.
1. Pembinaan mental; yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan tentang sikap batin dan watak. Dalam hal ini, kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas dengan baik secara professional dan dan professional. Untuk itu, kepala sekolah harus berusaha melengkapi sarana, prasarana, dan sumber belajar agar dapat memberikan kemudahan kepada para guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah bisa bekerja sama dengan komite sekolah dalam menggandeng masyarakat untuk ikut memikirkan pendidikan di sekolah, terutama yang menyangkut masalah pendanaan (dana).
2. Pembinaan moral; yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai suatu perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing tenaga kependidikan. Kepala sekolah harus memberikan nasihat kepada seluruh warga sekolah, misalnya pada setiap upacara bendera atau pertemuan rutin.
3. Pembinaan fisik; yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan seluruh penampilan lahiriah. Kepala sekolah harus mampu memberikan dorongan agar para tenaga kependidikan terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan olahraga, baik yang diprogramkan di sekolah maupun yang diselenggarakan di masyarakat sekitar sekolah.
4. Pembinaan artistik; yeitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Hal ini biasanya dilakukan melalui kegiatan karya wisata yang bisa dilakukan pada setiap akhir tahun ajaran. Dalam hal ini, kepala sekolah dibantu oleh para pembantunya harus mampu merencanakan berbagai program pembinaan artistik, seperti karyawisata, agar dalam pelaksanaannya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu, pembinaan artistik harus terkait atau merupakan pengayaan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.




B. Kreativitas Guru
Kunci sukses kedua yang menentukan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 adalah kreativitas guru, karena guru merupakan factor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar. Kurikulum 2013 akan sulitnya dilaksanakan di berbagai daerah karena sebagian besar guru belum siap. Ketidakpastian guru itu tidak hanya terkait dengan urusan kompetensinya, tetapi berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang juga disebabkan oleh rumusan kurikulum yang lambat disosialisasikan oleh Pemerintah. Dalam hal ini, guru-guru yang bertugas di daerah dan di pedalaman akan sulit mengikuti hal-hal baru dalam waktu singkat, apalagi dengan pendekatan tematik integratif yang memerlukan waktu untuk memahaminya.
Kurikulum 2013 berbasis karakter dan kompetensi, antara lain ingin mengubah pola pendidikan dari orientasi terhadap hasil dan materi ke pendidikan sebagai proses, melalui pendekatan tematik integratif dengan contextual teaching and learning (CTL). Oleh karena itu pembelajaran harus sebanyak mungkin melibatkan peserta didik, agar mereka mampu berekplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi, dan kebenaran secara ilmiah. Dalam kerangka inilah perlunya kreativitas guru, agar mereka mampu menjadi fasilitator, dan mitra belajar bagi peserta didik. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus kreatif memberikan layanan dan kemudahan belajar (facilitate learning) kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dengan suasana menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai kemungkinan, dan memasuki era globalisasi yang penuh berbagai tantangan.
Guru sebagai fasilitator sedikitnya memiliki tujuh sikap seperti diidentifikasikan Rogers (dalam Mulyasa, 2012) sebagai berikut:
1. tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya, atau kurang terbuka;
2. dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaan;
3. mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun;
4. lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran;
5. dapat menerima balikan (feedback), baik yang sifatnya positif maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang kontruktif terhadap diri dan perilakunya;
6. toleransi terhadap kesalahan yang dibuat peserta didik selama proses pembelajaran; dan
7. menghargai prestasi peserta didik, meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
Beberapa hal yang harus dipahami guru dari peserta didik antara lain: kemampuan potensi, minat, hobi, sikap, kepribadian, kebiasaan, catatan kesehatan, latar belakang keluarga, dan kegiatannya disekolah. Agar implementasi kurikulum 2013 berhasil memperhatikan perbedaan individual peserta didik, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Menggunakan metode yang bervariasi
2. Memberikan tugas yang berbeda baagi setiap peserta didik
3. Mengelompokan peserta didik berdasarkan kemampuannya, serta disesuaikan dengan mata pelajaran
4. Memodifikasi dan memperkarya bahan pembelajaran
5. Menghubungi spesialis , bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan
6. Menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat penilaian dan laporan
7. Memahami bahwa peserta didik tidak berkembang dalam kecepatan yang sama
8. Mengembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap anak bekerja dengan kemampuan masing-masing pada setiap pelajaran, dan
9. Mengusahakan keterlibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan pembelajaran
Guru yang berhasil mengajar berdasarkan perbedaan tersebut, biasanya memahami mereka melalui kegiatan-kegiatan sebagia berikut:
1. Mengamati peserta didik dalam berbagai situasi, baik di kelas maupun di luar kelas.
2. Menyediakan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan peserta didik, sebelum, selama dan setelah pembelajaran.
3. Mencatat dan mengecek seluruh pekerjaan peserta didik, dan memberikan komentarr yang kontruktif.
4. Mempelajari catatan peserta didik yang adekuat.
5. Membuat tugas dan latihan untuk kelompok.
6. Memberikan kesempatan khusus bagi peserta didik yang memiliki kemampuan yang berbeda.
7. Memberikan penilaian secara adil, dan transparan.

Beberapa hal yang perlu dimiliki guru, untuk mendukung implementasi Kurikulum 2013 antara lain sebagai berikut:
1. Menguasai dan memahami kompetensi inti dalam hubungannya deangan kompetensi lulusan;
2. Menyukai apa yang diajarkannya dan menyenangi mengajar sebagai suatu profesi;
3. Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan, dan prestasinya;
4. Menggunakan metoda dan media yang bervariasi gajar dan membentuk kompetensi peserta didik;
5. Memodifikasi dan mengeliminasi bahan yang kurang penting bagi kehidupan peserta didik;
6. Mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir ;
7. Menyiapkan proses pembelajaran;
8. Mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang lebih baik, serta;
9. Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi dan karakter yang akan dibentuk.
Adapun karakteristik guru yang berhasil mengembangkan pembelajaran secara efektif dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Respek dan memahami dirinya, serta dapat mengontrol dirinya (emosinya stabil);
2. Antusias dan bergairah terhadap bahan, kelas, dan seluruh kegiatan pembelajaran;
3. Berbicara dengan jelas dan komunikasi (dapat mengkomunikasikan idenya terhadap peserta didik);
4. Memperhatikan perbedaan individual peserta didik;
5. Memiliki banyak pengetahuan, inisiatif,kreatif dan banyak akal;
6. Menghindari sarkasme dan ejekan terhadap peserta didik; serta
7. Tidak menonjolkan diri, dan menjadi teladan bagi peserta didik.
Dalam rangka menyukseskan implementasi Kurikulum 2013, dan menyiapkan guru yang siap menjadi fasilitator pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas; hendaknya diadakan musyawarah antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pengawas sekoalah, dan komite sekolah. Musyawarah tersebut diperlukan, terutama untuk menganalisis, mendiskusikan dan memahami buku pedoman dan berbagai hal yang terkait dengan implementasi Kurikulum 2013, antara lain sebagai berikut:
1. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
2. Pedoman Implementasi Kurikulum 2013
3. Pedoman Pengelolaan
4. Pedoman Evaluasi Kurikulum
5. Standar Kompetensi Kelulusan
6. Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar
7. Buku Guru
8. Buku Siswa
9. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Standar Proses dan Modul Pembelajaran
11. Dokumen Standar Penilaian
12. Pedoman Penilaian dan Rapor
13. Buku Pedoman Mimbingan dan Konseling
Buku pedoman dan dokumen-dokumen tersebut, bagi guru yang sudah ikut pelatihan (diklat), mungkin tidak terlalu masalah, karena sudah ada sedikit pencerahan, tetapi bagi guru yang belum ikut diklat merupakan maslah besar, dan akan menjadi batu sandungan dalam implementasi Kurikulum 2013. Oleh karena itu, alangkah bijaknya seandainya guru-guru yang sudah mengikuti diklat, berinisiatif secara kreatif untuk memahamkan guru-guru lain di sekolahnya, sehingga semuanya siap mendukung keberhasilan implementasi Kurikulum 2013.

C. Aktifitas Peserta Didik
Kunci sukses ketiga yang menentukan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 adalah aktivitas peserta didik. Dalam rangka mendorong dan mengembangkan aktivitas peserta didik, guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik, terutama disiplin diri (self-dicipline). Guru harus mampu membantu peserta didik mengembangka pola perilakunya; meningkatkan standar perilakunya; dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin dalam setiap aktivitasnya. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasionnal, yakni sikap demokratis; sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut,yakni dari, oleh, dan untuk peserta didik,sedangkan tut wuri handayani. Dalam hal ini, guru harus mampu memerankan diri sebagai pengemban ketertiban, yang patut digugu, ditiru, dan diteladani, tetapi tidak bersikap otoritas.
Memperhatikan pendapat Reisman and Payne (1987: 239-241), dapat dikemukakan 9 (sembilan) strategi untuk mendisiplinkan peserta didik, sebagai berikut:
1. Konsep diri (self-concept); strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan factor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
2. Keterampilan berkomunikasi (communication skills); guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
3. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences); perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu, guru disarankan:
a. Menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya, dan
b. Memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
4. Klarifikasi nilai (values clarification); strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk system nilainya sendiri.
5. Analisis transaksional (transactional analysis); disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.
6. Terapi realitas (reality therapy); sekoalah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan bertanggung jawab.
7. Diaiplin yang terintegrasi (assertivediscipline); metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi perilaku yang sistematk diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama pseserta didik yang berperilaku menyimpang.
8. Modifikasi perilaku (behaviori modification); perilaku salah disesebkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remidiasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.
9. Tantangan bagi disiplin (dare to didcipline); guru diharapkan cekatan, sangat terorganisi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk megetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.
Untuk mendidiplinkan peserta didik dengan 9 (sembilan) strategi tersebut, harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, disarankan kepada guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu catatan kumulatif.
b. Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir kelas.
c. Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik.
d. Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak bertele-tele.
e. Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi banyak penyimpangan.
f. Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan teladan oleh peserta didik.
g. Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton. Sehingga membantu disiplin dan bergairah belajar peserta didik.
h. Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan memeksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya.
i. Membuat pereturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.
Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta iklim yang kondusif bagi implementasi kurikulum 2013, sehingga peserta didik dapat menguasai berbagai komperensi sesuai dengan tujuan.

D. Sosialisasi kurikulum 2013
Kunci sukses keempat yang menentukan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 adalah sosialisasi. Sosialisasi dalam implementasi kurikulum sangat penting dilakukan, agar semua pihak yang terlibat dalam implementasinya di lapangan paham dengan perubahan yang harus dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, sehingga mereka memberi dukungan terhadap perubahan kurikulum yang dilakukan. Dalam hal ini seharusnya pemerintah mengembangkan grand design yang jelas dan menyeluruh, agar konsep kurikulum yang diimplementasikan dapat dipahami oleh para pelaksana secara utuh, tidak ditangkap secara parsial, keliru atau salah paham.
Sosialisasi kurikulum perlu dilakukan terhadap berbagai pihak yang terikat dalam implementasinya, serta terhadap seluruh warga sekolah, bahkan terhadap masyarakat dan orang tua peserta didik. Sosialisasi penting, terutama agar seluruh warga sekolah mengenal dan memahami visi dan misi sekolah, serta kurikulum yang akan diimpementasikan. Sosialisasi bisa dilakukan oleh jajaran pendidikan di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bergerak dalam bidang pendidikan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) secara proporsional dan professional. Di tingkat sekolah, sosialisasi bisa langsung oleh kepala sekolah apabila yang bersangkutansudah mengenal dan cukup memehaminya. Namun demikian, jika kepala sekolah belum begitu memehami, atau masih belum mantap dengan konsep-konsep perubahan kurikulum yang akan dilakukan, maka bisa mengundang ahlinya yang ada di masyarakat, baik dari kalangan pemerintahan, akademisi, maupun dari kalangan penulis atau pengamat pendidikan. Sebaiknya dalam sosialisasi juga dihadirkan komite sekolah, bahkan bila memungkinkan seluruh orang tua, untuk dapat masukkan, dukungan dan pertimbangan tentang implementasi kurikulum.
Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada berbagai pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan secara optimal, karena sosialisasi merupakan langkah penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan perubahan kurikulum. Setelah sosialisasi, kemudian mengadakan musyawarah antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari berbagai pihak dalam rangka menyukseskan implementasi kurukulum 2013.

E. Fasilitas dan Sumber Belajar
Kunci sukses kelima yang menentukan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 adalah fasilitas dan sumber belajar yang memadai, agar kurikulum yang sudah dirancang dapat dilaksanakan secara optimal. Fasilitas dan sumber belajar yang perlu dikembangkan dalam mendukung suksesnya implementasi kurikulum antara lain laboratorium, pusat sumber belajar, dan perpustakaan, serta tenaga pengelolaan dan peningkatan kemampuan pengelolaannya. Fasilitas dan sumber belajar tersebut perlu didayagunakan seoptimal mungkin, dipelihara, dan disimpan dengan sebaik-baiknya. Dalam pada itu, kreatifitas guru dan peserta didik perlu senantiasa ditingkatkan untuk membuat dan mengembangkan alat-alat pembelajaran serta alat peraga lain yang berguna bagi peningkatan kualitas pembelajaran. Kreativitas tersebut diperlukan, bukan semata-mata karena keterbatasan fasilitas dan dana dari pemerintahan, tetapi merupakan kewajiban yang harus melekat pada setiap guru untuk berkreasi, berimprovisasi, berinisiatif dan inovatif.
Dalam pengembangan fasilitas dan sumber belajar, guru di samping harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran dan alat peraga., juga harus inisiatif mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang lebih konkret. Pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar, misalnya memanfaatkan batu-batuan, tanah, tumbuh-tumbuhan, keadaan alam, pasar, kondisi social, ekonomi, dan budaya kehidupan yang berkembang di masyarakat. Untuk kepentingan tersebut, perlu senantiasa diupayakan peningkatan pengetahuan guru dan didorong terus untuk menjadi guru yang kreatif dan profesional, terutama dalam pengadaan serta pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar secara luas, untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal. Upaya ini harus menjadi kepedulian bersama antara kepala sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah secara proposional.
Harus disadari bahwa sampai saat ini, buku pelajaran masih merupakan sumber belajar yang sangat penting bagi para peserta didik, meskipun masih banyak yang tidak memilikinya, terutama bagi sekolah-sekolah yang berada di luar kota, di pedesaan, dan di daerah-daerah terpencil. Dalam implementasi kurikulum 2013 pemerintah sudah menyiapkan sebagian besar buku-buku wajib yang harus dipelajari oleh peserta didik, termasuk buku guru, dan pedoman belajar peserta didik. Oleh karena itu, pemilihan buku pelajaran hendaknya mengutamakan buku wajib, yang langsung berkaitan dengan pencapaian kompetensi tertentu. Sedangkan pemilihan buku pelengkap hendaknya tetap berpedoman pada rekomendasi atau pengesahan dari dinas pendidikan, dan pertimbangan lain yang tidak memberatkan orang tua. Sehubungan dengan itu, hendaknya kepala sekolah, guru, dan pengawas sekolah tidak memaksakan kepada peserta didik untuk membeli buku terbitan tertentu setiap tahun. Sebaliknya peserta didik dianjurkan mengggunakan buku-buku bekas milik kakak atau keluarga lain yang sudah tidak dipakai lagi. Ini penting, karena dalam kondisi ekonomi nasional yang carut marut sekarang ini banyak orang tua yang tidak mampu lagi untuk membiayai pendidikan anaknya. Disamping itu, hal ini mendukung tuntutan reformasi dalam bidang pendidikan, yakni “mengembangkan atau menyediakan pendidikan yang murah dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.”
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran (actual curriculum), idealnya dikembangkan ruang kelas yang dilengkapi dengan fasilitas dan sumber belajar untuk pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, dan pencapaian setiap tujuan pembelajaran. Kelas-kelas yang lengkap terutama diperlukan untuk melakukan pembelajaran konterstual (CTL), tematik integratif, dan team teaching. Kelas yang ideal hanya bisa dikembangkan oleh sekolah-sekolah yang berstatus sosial ekonomi menegah ke atas. Namun demikian, jika pemerintah sudah mampu dan mau merealisasikan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, maka kelas yang ideal akan dapat direalisasikan di seluruh sekolah dalam berbagai lapisan masyarakat. Kondisi yang memungkinkan seluruh lapisan masyarakat menikmati pendidikan secara adil dan merata, menuju terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara umum fasilitas dan sumber belajar terdiri dari dua kelompok besar, yakni fasilitas dan sumber belajar yang direncanakan (by design) dan yang dimanfaatkan (by utilization). Kedua jenis fasilitas dan sumber belajar tersebut dapat didayagunakan secara efektif dalam menyukseskan implementasi Kurikulum 2013. Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar memiliki arti yang sangat penting, selain melengkapi, memelihara dan memperkaya khasanah belajar, sumber belajar juga dapat meningkatakan aktivitas dan kreativitas belajar, yang sangat menguntungkan baik bagi guru maupun peserta didik. Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar secara maksimal, memungkinkan peserta didik menggali berbagai konsep yang sesuai dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari, sehingga menambah wawasan dan pemahaman yang senantiasa aktual, serta mampu mengikuti berbagai perubahan yang terjadi di masayarakat dan lingkungannya. Kondisi inilah yang memungkinkan peserta didik memiliki kemampuan untuk bertindak secara lokal, sesuai dengan kebutuhan lingkungan, dan berpikir dalam perspektif yang global sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (act locally think globally).
Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar perlu dikaitkan dengan kompetensi yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, fasilitas dan sumber belajar dipilih dan digunakan dalam proses belajar apabila sesuai dan mennjang tercapainya kompetensi. Dalam menyesuaikan implemntasi kurikum 2013, fasilitas dan sumber belajar memiliki kegunaan sebagai berikut.
1. Merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan terhadap proses pembelajaran yang akan ditempuh. Disini sumber balajar merupakan peta dasar yang perlu dijaga secara umum agar wawasan terhadap proses pembelajaran yang akan dikembangkan dapat diperoleh lebih awal.
2. Merupakan pemandu secara teknis dan langkah-langkah operasional untuk menulsuri secara lebih teliti menuju pada pembentukan kompetensi secara tuntas.
3. Memberikan berbagai macam ilustrasi dan contoh-contoh yang berkaitan dengan kompetensi dasar yang akan dikembangkan.
4. Memberikan petunjuk dan gambaran kaitan kompetensi dasar yang sedang dikembangkan.
5. Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah diperoeh dari orang lain yang berhubungan dengan mata pelajaran tertentu.
6. Menunjukkan berbagai permsalahan yang timbul, sebagai konsekuensi yang logis dalam pengembangan kompetensi dasar yang menuntut adanya kemampuan pemecahan dari peserta didik yang sedang belajar.
Secara umum dapat dikemukakan dua cara memanfaatkan fasilitas dan sumber belajar dalam menyukseskan iplementasi kurkulum. Pertama; membawa sumber belajar ke dalam kelas. Dari aneka ragam macam dan bentuknya sumber belajar dapat digunakan dalam proses pembelajaran di dalam kelas, terutama dalam pembentukan kompetensi dasar peserta didik. Hal tersebut misalnya membawa tape recorder ke dalam kelas, atau menghadirkan tokoh masyarakat sebagai manusia sumber. Contoh konkretnya: kelas yang sedang mengkaji bahaya narkoba, bisa bekerja sama dengan kepolisian untuk menghadirkan anggotanya di kelas dan memberi penjelasan kepada peserta didik. Penjelasan ini akan lebih daripada cermah yang dilakukan guru atau diskusi yang kurang jelas arahnya. Kedua; membawa kelas ke lapangan tempat sumber belajar berada. Adakalanya terdapat sumber belajar yang sangat penting dan menunjang tujuan belajar tetapi tidak dapat dibawa ke dalam kelas karena mengandung resiko yang cukup tinggi, atau memilikki karakteristik yang tidak memungkinkan untuk dibawa kedalam kelas. Hal tersebut misanya museum, apabila kita mau menggunakan museum sebagai sumber belajar tidak mungkin membawa museum tersebut ke dalam kelas, oleh karenanya kita harus mendatangi museum tersebut. Pemanfaatan sumber belajar dengan cara yang kedua ini dapat dilakukan dengan metode karyawisata, hal ini dilakukan terutama untuk mengefektifkan biaya yang dikeluarkan.
Fasilitas dan sumber belajar sudah sewajarnya dikembangkan oleh sekolah sesuai dengan apa yang digariskan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP/PP.19/2005), mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas dan sumber belajar, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama sumber-sumber belajar yang dirancang (by design) secara khusus untuk kepentingan pembelajaran.
F. Lingkungan yang Kondusif Akademik
Kunci sukses keenam yang menentukan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 adalah lingkungan yang kondusif-akademik, baik secara fisik maupun nonfisik. Lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik (student-centered actvities) merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan.
Iklim belajar yang kondusif-akademik harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan; seperti sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan, penanmpilan dan sikap guru, hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan guru dan di antara para peserta didik itu sendiri, serta penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta didik. Iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menubuhkan aktivitas serta kreatifitas peserta didik. Hal ini diakui oleh Soedomo (dalam Mulyasa 2004).
Semakin menyenangkan tatanan lingkungan fisik, akan memberikan dampak positif bagi proses belajar. Para pakar psikologis aliran okologik telah mendapatkan temuan-temuan penelitian bahwa tata warna secara langsung mempengaruhi suasana jiwa,warna-warna cerah cenderung menyiratkan keceriaan dan suasana jiwa yang optimistik, sedangkan pengguanaan warna-warna suram akan memberikan pengaruh yang sebaliknya.
Kutipan tersebut menunjukan betapa pentingnya menciptakan suasana serta iklim belajar dan pembelajaran yang kondusif. Dalam kaitan ini, sedikitnya terdapat tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu ruang belajar, pengaturan sarana belajar, susunan tempat duduk, penerangan, suhu, pemanasan sebelum masuk ke materi yang akan dipelajari (pembentukan dan pengembangan kompetensi), dan bina suasana dalam pembelajaran.
Implementasi Kurikulum 2103 memerlukan ruang yang fleksibel, serta mudah diesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan guru dalam berkreasi. Luas ruangan dengan jumlah pesrta didik juga diperhatikan, bila pembelajaran dilakukan di ruang tertutup, sedangkan ditempat terbuka perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang datang dari lingkungan sekitar. Saran dan media pembelajaran juga perlu diatur dan ditata dengan sedemikian rupa, demikian halnya dengan penerangan jangan sampai mengganggu pandangan peserta didik. Penciptaan dan pengkodisian iklim sekolah merupakan kewengangan sekolah, dan kepala sekolah bertaggung jawab untuk melakukan berbgai upaya yang lebih intensif dan ekstensif.
Lingkungan yang kondusif akademik antara lain dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut.
1. Memeberikan pilihan kepada peserta didik yang ambat maupun yang cepat dalam melakukan pembelajaran. Pilihan dan pelayanan individual bagi pesrta didik, terutama bagi mereka yang lambat belajar, akan membangkitkan nafus dan semangat belajar, sehingga membuat mereka betah belajar disekolah.
2. Memeberikan pembelajaran remedial bagi peserta yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah. Dalam sistem pembelajaran klasikal sebagian peserta didik akan sulit mengikuti pembelajaran, dan menuntut peran ekstra guru untuk memeberikan pembelajaran remedial.
3. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal. Termasuk dalam hal ini, adalah penyediaan bahan pembelajaran yang menarik dan menantang bagi peserta didik, serta pengeolaan kelas yang tepat, efektif dan efisien.
4. Menciptakan kerja sama saling menghargai baik antarpeserta didik secara optimal. Maupun peserta didik antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajar lain. Hal ini mengandung imlikasi bahwa setiap peserta didik memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk mengemukakan pendapatnya tanpa rasa takut mendapatkan sanksi atau dipermalukan.
5. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan proses belajar dan pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus mampu memposisikan diri sebagai pembimbing dan manusia sumber. Sekali-kali cobalah melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan
6. mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dan guru.
7. mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi didri sendiri (self evaluation).
Dengan pelayanan yang demikian, diharapkan tercipta iklim belajar dan pembelajaran yang yaman, aman, tenang dan menyenangkan yang mampu menumbuhkan semangat, gairah dan nafsu belajar peserta didik., sehingga dapat mengembangkan dirinya secara optimal.

G. Partisipasi Warga Sekolah
Kunci sukses yang turut menentukan keberhasilan Kurikulum 2013 adalah partisipasi warga sekolah, khususnya tenaga kependidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam memperdayankan seluruh warga sekolah, khususnya tenaga kependidikan yang tersedia.
Manajemen tenaga kependidikan di sekolah harus ditunjukan untuk memperdayakan tenaga-tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap pada kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi manajemen tenaga kependidikan di sekolah harus yang harus dilaksanakan kepala sekolah adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi tenaga kependidikan guna mencapai tujuan pendidikan secara optimal, membantu tenaga kependidikan mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier, serta menyelaraskan tujuan individu, kelompok, dan lembaga.
Pelaksanaan manajemen tenaga kependidikan di Indonesia sedikitnya mencakup tujuh kegiatan utama, yaitu perencanaan tenaga kependidikan, pengadaan tenaga kependidikan, pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, promosi dan mutasi, pemberhentian tenaga kependidikan, kompensasi dan penilaian tenaga kependidikan.
Partisipasi kependidikan dalam menyuksesekan implementasi Kurikulum 2013 dapat digalang melalui strategi umum dan strategi khusus, sebagai berikut:
a. Strategi Umum
1) Pemberdayaan tenaga kependidikan harus dilakuakan berdasarkan rencana kebutuhan yang jelas. Dengan demikian, tidak akan terjadi ketimpangan antara kebutuhan akan tenaga kependidikan dengan tenaga kependidikan yang tersedia.
2) Dalam setiap kegiatan pendidikan perlu senantiasa dikembangkan sikap dan kemampuan profesional.
3) Kerja sama sekolah dengan perusahaan dan dunia industri perlu terus menerus dikembangkan, terutama dalam memanfaatkan perusahaan dan dunia industri uantuk laboratorium praktek, dan objek studi.
b. Strategi Khusus
Strategi khusus adlah strategi yang langsung berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan manajemen tenaga kependidikan yang lebih efektif. Strategi tersebut berkaitan dengan kesejahteraan tenaga kependidikan.
Pertama, dalam kaitannya dengan kesejahteraan tenaga kependidikan, perlu diupayakna hal-hal sebagai berikut:
a) Gaji tenaga kependidikan perlu senantiasa disesuaikan agar mencapai standart yang wajar bagi kehidupan tenaga kependidikan dan keluarganya.
b) Peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan yang dilakuakan oleh pemerintah pusat harus diikuti oleh pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, dan orang tua, sejalan dengan otonomi daerah yang sedang bergulir.
c) Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan didaerah terpencil, perlu diberlakuakan sistem kontrak, dengan sistem imbalan yang lebih baik dan menarik.
Kedua, pendidikan prajabatan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Memperbaiki sistem pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
b) Perlu dilakukan reorientasi program pendidikan tenaga kependidikan agar tidak terjadi ketimpangan tenaga kependidikan.
c) Pendidikan tenaga kependidikan perlu dipersiapkan secara matang melalui sistem pendidikan yang bermutu.

Ketiga, rekrutmen dan penempatan tenaga kependidikan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Rekrutmen tenaga kependidikan harus berdasarkan seleksi yang mengutamakan kualitas.
b) Sejalan dengan semangat reformasi, otonomi daerah dan desentralisasi kependidikan maka rekrutment tenaga kependidikan perlu di dasarkan atas kebutuhan wilayah dengan cakupan kabupaten dan kota.
c) Perlu diperlakuakan sistem pengangkatan, pemenpatan dan pembinaan tenaga kependidikan mengembangkan diri dankarier secara leluasa, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan jaman.
Keempat, peningakatan kualitas tenaga kependidikan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) perlu senantiasa dilakukan peningkatan kemampuan tenaga kependidikan agar dapat melaksanaka tugasnya secara efektif dan efisien.
b) Peningkatan kualitas tenaga kependidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal, dalam hal ini lembaga-lembaga diklt dilingkungan dinas pendidikan nasional perlu senantiasa dioptimalkan peranya sesuai dengan tugas dan fungsinya.
c) Sesuai dengan prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah dan semangat desentralisasi, sekolah perlu diberi kewenangan yang lebih besar untuk menentukan apa yang terbaik untuk peningkatan mutu tenaga kependidikan.
Kelima, pengembangan karier tenaga kependidikan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pengankatan seseorang dalam jabatan tenaga kependidikan harus dilakukan melalui seleksi yang ketat, adil dan transparan, dengan mengutamakan kapsitas kepemimpinan yang bersangkutan.
b) Fungsi kontrol dan pengawasan pada semua jenis dan jenjang pendidikan perlu dioptimalkan sebagai sarana untuk memacu kualitas pendidikan.

Dalam rangka menyukseskan implementasi Kurikulum 2013 secara utuh dan menyeluruh, hendaknya setiap sekolah mampu mengembangkan berbagai potensi peserta didik secara optimal, terutama dalam kaitannya dengan pengembangan karakter, ahklak dan moral peserta didik.











BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kurikulum 2013 dapat menjanjikan lahirnya generasi penerus bangsa yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Dengan kreativitas anak, anak-anak bangsa mampu berinovasi secara produktif untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Keberhasilan kurikulum 2013 dalam menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif, serta dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kunci sukses). Kunci sukses tersebut antara lain berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, kreatifitas, guru, aktivitas peserta didik, sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang kondusif akademik, dan partisipasi warga sekolah.

B. Saran
1. Bagi Guru
a. Dalam melakukan pembelajaran guru harus mengembangkan kreativitasnya agar keberhasilan Kurikulum 2013 tercapai.
b. Menguasai dan memahami kompetensi inti dalam hubungannya dengan kompetensi lulusan dan menyukai apa yang diajarkannya dan menyenangi mengajar sebagai suatu profesi.
c. Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan, dan prestasinya;
d. Menggunakan metoda dan media yang bervariasi gajar dan membentuk kompetensi peserta didik;
e. Memodifikasi dan mengeliminasi bahan yang kurang penting bagi kehidupan peserta didik, mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir
2. Bagi Siswa
a. Menerapkan kedisiplinan dalam kegiatan pembelajaran agar Kurikulum 2013 tercapai.
b. Mengembangkan karakter diri agar cerdas dalam bidang akademik dan dalam bidang afektif.
3. Bagi Sekolah
a. Memberikan fasilitas dan sumber belajar yang memadai untuk terlaksananya Kurikulum 2013.
b. Menyediakan lingkungan yang kondusif agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan lancar.
c. Mengaktifkan partisipasi seluruh warga sekolah untuk berperan aktif dalam implementasi Kurikulum 2013.

Peranan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum

Peranan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum

Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakikat pendidikan. Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti oleh media teknologi, tetapi tidak dapat digantikan. Mendidik adalah pekerjaan professional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik professional[1].
Departemen pendidikan dan kebudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu; kemampuan professional, kemampuan social, dan kemampuan personal[2]. Kemampuan professional disini bukan hanya dalam penguasaan materi pelajaran, akan tetapi juga memiliki dan mengetahui strategi, permainan edukasi, ide atau sesuatu yang dapat menciptakan suasana aktif dalam pembelajaran yang bermakna.
Adapun kemampuan social adalah; guru dapat berkomunikasi secara efektif baik kepada peserta didik, teman-teman guru, kepala sekolah, orang tua murid ataupun masyarakat sekitar. Dan yang terakhir adalah kemampuan personal, dimana guru dituntut memiliki sikap dan penampilan yang positif, karena seyogyanya guru adalah model bagi murid-muridnya, maka tidaklah salah jika pepatah mengatakan "guru kencing berdiri, murid kencing berlari".
Berbicara tentang pengembangan kurikulum, penulis akan langsung menjelaskan sedikit tentang definisi tersebut yakni, pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa[3]. Jika diteliti lebih jauh, terdapat beberapa kata yang perlu digarisbawahi yakni perencanaan, perubahan, dan menilai yang semua itu berada di bawah tugas seorang guru.
Adalah wajar jika guru menempati peran yang cukup penting dalam pengembangan kurikulum, karena seorang guru, dialah orang yang paling mengerti dan mengetahui situasi dan kondisi hasil belajar peserta didiknya serta bertanggung jawab penuh didalamnya. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada sisi lain, guru adalah pembelajar siswa, yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan kurikulum sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa dalam tugas pembelajaran dipersyaratkan agar guru memahami kurikulum[4].
Akan tetapi, pada kenyataannya tidaklah banyak dari para guru yang memahami dengan baik tentang sebuah kurikulum yang sedang berlaku. Sebagai contoh, KTSP yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sedang digunakan sekarang. Para guru beranggapan tidak ada perubahan yang berarti dari KBK ke KTSP, malah ada dari beberapa guru tersebut yang beranggapan bahwa perubahan kurikulum tersebut hanyalah akal-akalan pemerintah untuk menghabiskan uang Negara.
Banyak dari para guru yang malas diajak berpikir dan berubah secara dinamis. Mereka lebih suka makan matangnya (produknya) daripada berproses, yang membutuhkan kesungguhan intelektual dan komitmen tinggi. Sedangkan proses jauh lebih penting dan menentukan kualitas seseorang dari pada produknya. Proses akan mendinamisasi dan merevitalisasi paradigma berpikir mereka menjadi progresif, proaktif, dan produktif. Kemampuan analisis, menciptakan solusi, dan mengkonsepkan teknis aplikasi mereka akan terasah[5].
Kata "mereka" pada kalimat diatas mengisyaratkan bahwa sejatinya bukan hanya guru yang perlu dibina, akan tetapi kepala sekolah dan pengawas pendidikan juga perlu dibekali tentang bagaimana mengaplikasikan sebuah kurikulum, guna meninjau kinerja guru serta mengavaluasi mereka. Tidaklah baik kiranya jika seorang guru dapat mengimplementasikan sebuah kurikulum tanpa adanya evaluasi dan dukungan dari pengawas ataupun kepala sekolah. Meski begitu, penulis tidak menafikan bahwa yang menempati posisi kunci dalam hal ini adalah guru. Seperti yang disebutkan Oemar Hamalik dalam bukunya, "demikian pula guru harus mampu membuat aneka macam keputusan dalam pembinaan kurikulum. Pada dasarnya betapa pun baiknya suatu kurikulum, berhasil atau tidaknya akan sangat bergantung kepada tindakan-tindakan guru di sekolah dalam melaksanakan kurikulum itu[6]."
Selanjutnya, penulis akan memaparkan beberapa peran guru dalam pengembangan kurikulum, untuk mendukung statement bahwasanya guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Menurut Murray Printr, terdapat 4 peranan guru dalam pengembangan kurikulum yakni sebagai; implementers, adapters, developers, danresearchers[7].
Sebelum menerangkan terlalu jauh tentang peran tersebut, ada baiknya jika mengetahui langkah-langkah yang seyogyanya dilakukan guru dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Langkah tersebut sebagai kemandirian guru ataupun kepala sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum guna mencapai prestasi dan kualitas pembelajaran yang tinggi sehingga peserta didik dapat mencapai hasil yang optimal, diantaranya;
1. Melakukan analisis SWOT yakni strength (kekuatan), weakness (kelemahan),opportunities (peluang), dan traith (tantangan). Setelah menganalisis, guru ataupun kepala sekolah dapat berimprovisasi terhadap kurikulum yang diterapkan, mereka diberi kebebasan dan keleluasaan dalam menjabarkan SKKD dan mengembangkan silabus dan RPP sesuai kebutuhan dan karakteristik sekolah.
2. Memahami karakteristik peserta didik, hal ini harus dilakukan sesuai dengan tingkatan peserta didik. Sedikitnya ada 3 hal yang harus dipahami dalam hal ini, yakni pertumbuhan dan perkembangan kognitif, tingkat kecerdasan, kreativitas, serta kondisi fisik.
3. Membina hasrat belajar, dalam hal ini guru diharuskan menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, selain itu guru juga harus memanfaatkan fasilitas dan sarana pendidikan yang ada untuk menunjang hal tersebut. Adakalanya membawa peserta didik langsung ke sumber berita juga menjadi pilihan yang tepat, dengan tetap mengacu pada anggaran dana yang telah direncanakan.
4. Memantau kemajuan belajar, hal ini berfungsi untuk menciptakan budaya kerja yang efektif dan efisien di kalangan peserta didik maupun di kalangan guru sendiri.
5. Membangun lingkungan yang kondusif, dengan menciptakan dan mendayagunakan fasilitas pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, ruang BK, kantin dll.
6. Merevitalisasi forum musyawarah guru, seperti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) yang merupakan suatu wadah yang efektif dalam memantapkan profesi guru, karena didalamnya guru dapat berdiskusi dan menelaah mengenai kesulitannya di kelas serta dapat saling tukar pikiran dalam merancang model pembelajaran dan implementasi kurikulum yang berlaku.
7. Memberdayakan tenaga kependidikan, sebab keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keterlibatan tenaga kependidikan dalam seluruh kegiatan di sekolah. Dalam hal ini, peningkatan produktifitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku tenaga kependidikan di sekolah melalui aplikasi berbagai konsep dan teknik manajemen personalia modern[8].
Selanjutnya kembali pada peranan guru dalam pengembangan kurikulum, yang pertama adalah sebagai implementers, yakni sebagai pengimplementasi kurikulum. Dalam hal ini, guru hanya mengaplikasikan kurikulum yang telah dibuat oleh pemerintah sebagai tenaga teknis. Dalam hal ini, guru tidak memiliki ruang untuk menentukan isi ataupun target kurikulum. Martinis Yasmin menyebutkan, bahwa guru menerapkan kurikulum yang telah dirancang pemerintah dan institusi, dan mereka harus mampu mengajarnya walaupun kurikulum sebelumnya terdapat banyak perubahan. Demikian juga muatan yang terdapat dalam kurikulum[9].
Kedua, sebagai adapters, yakni peran guru sebagai pelaksana kurikulum. Bukan hanya itu, guru juga diperbolehkan untuk menyelaraskan kurikulum yang ada dengan situasi, kondisi dan kebutuhan siswa dalam suatu daerah. Peran ini lebih luas cakupannya dibanding dengan peran guru sebagai implementers, sebagai contoh; kebijakan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), para perancang kurikulum hanya menentukan standar isi sebagai standar minimal yang harus dicapai. Bagaimana implementasinya, kapan waktunya dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian guru akan lebih merasa tertantang untuk memvariasikan kegiatan pembelajaran dan terhindar dari rutinitas yang menjemukan karena memiliki kesempatan dalam mengembangkan kreatifitas yang dimilikinya.
Ketiga, sebagai developers, yakni peran guru sebagai pengembang kurikulum. Dalam hal ini, guru dapat mendesain kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah. Ini merupakan salah satu dari kelebihan kurikulum KTSP yang sedang berlaku saat ini yakni, memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan. Salah satu contohnya, adalah pengembangan muatan lokal dan pengembangan diri yang berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Keempat, sebagai researchers, yakni peran guru sebagai peneliti kurikulum. Guru yang professional akan meneliti dulu kurikulum yang akan digunakan untuk meningkatkan kinerjanya sebagai seorang guru. Dalam buku profesi keguruan disebutkan, di dalam pelaksanaan kurikulum tugas guru adalah mengkaji kurikulum tersebut melalui kegiatan perseorangan atau kelompok (dapat dengan sesama guru di satu sekolah, dengan guru di sekolah lain atau dengan kepala sekolah dan personel pendidikan lain seperti pengawas). Dengan demikian guru dan kepala sekolah memahami kurikulum tersebut sebelum dilaksanakan[10].
Selain Murray Printr, Saiful Arif juga menulis dalam bukunya, bahwa pengembangan kurikulum dari segi pengelolaannya dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral-desentral. Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi, kurikulum disusun oleh suatu tim khusus di tingkat pusat. Kurikulum bersifat uniform untuk seluruh Negara, daerah, atau jenjang/jenis sekolah[11]. Sedangkan desentralisasi adalah sebaliknya yakni; disusun oleh sekolah atau sekelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah.
Baik sentralisasi maupun desentralisasi, keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dibentuklah campuran antara keduanya yakni sentral-desentral. Untuk memperjelas antara sentralisasi dan desentralisasi, penulis akan memjelaskan sedikit tentang kelebihan dan kekurangan dari keduanya.
Beberapa kelebihan sentralisasi, adalah;
1. Mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa
2. Tercapainya standar minimal penguasaan/perkembangan anak
3. Mudah dikelola, dimonitor dan dievaluasi, serta lebih hemat dilihat dari segi waktu, biaya dan fasilitas.
Adapun tentang kelemahan sentralisasi, adalah;
1. Penyeragaman kondisi yang dapat menghambat kreatifitas, hal ini akan memperlambat kemajuansekolah yang sudah mapan.
2. Ketidakadiklan dalam menilai hasil.
3. Menunjukkan adanya perbedaan yang sangat ekstrem.
Berbicara tentang desentralisasi, dimana pengembangan kurikulumnya didasarkan pada karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa akan terjadi lebih banyak kekurangan daripada kelebihannya, yakni;
1. Kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat.
2. Kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik secara finansial, professional, ataupun manajerial.
3. Mudah dalam melaksanakannya.
4. Ada motivasi kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan, mencari, dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya.
Adapun kelemahan dari desentralisasi, adalah;
1. Bentuk ini dianggap kurang tepat untuk beberapa situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuannasional.
2. Tidak adanya standar penilaian yang sama.
3. Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah/wilayah lain.
4. Sukar untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional.
5. Tidak semua sekolah siap dan mampu untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri.
Terlepas dari pro dan kontra, kelebihan dan kekurangannya kita akan mencoba melihat peranan guru di dalamnya. Peranana guru baik dalam model sentralisasi maupun desentralisasi dapat dilihat dalam tiga tahap, yaitu tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Kurikulum juga dapat dilihat dalam lingkup mikro dan makro. Pengembangan kurikulum pada tahap perancangan berkenaan dengan seluruh kegiatan menghasilkan dokumen kurikulum, atau kurikulum tertulis. Pelaksanaan kurikulum atau disebut juga implementasi kurikulum, meliputi kegiatan menerapkan semua rancangan yang tercantum dalam kurikulum tertulis. Evaluasi kurikulum merupakan kegiatan menilai pelaksanaan dan hasil-hasil pengguna suatu kurikulum[12].
Selanjutnya, pengembangan kurikulum yang bersifat sentral-desentral, dimana peranan guru lebih besar dibandingkan dengan kedua model sebelumnya. Guru-guru turut berpartisipasi bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk kedalam prota/promes melainkan juga menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya.


________________________________________
[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) Hal., 191
[2] Saiful Arif, Pengembangan Kurikulum, (Pamekasan: Stain Pamekasan Press, 2009) Hal., 130
[3] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) Hal., 97
[4] Dimyati & Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Hal., 288
[5] Jamal Makmur Asmani, Tips Efektif Aplikasi Ktsp Di Sekolah, (Yogyakarta: Bening, 2010) Hal., 208
[6] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) Hal., 20
[7] Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006) Hal., 28
[8] Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru Dan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) Hal., 81
[9] Seperti Mata Pelajaran Sejarah Kurikulum 1994, Dimana Dimuat Tentang Kekejaman G 30 S Pki Tahun 1948 Di Madiun Dan 1965 Di Jakarta, Sementara Kurikulum 2004 Tidak Dimuatkan Lagi, Dengan Alasan Pengajaran Seperti Itu Akan Mengisolasikan Anak Cucu Seseorang Yang Terlibat Dalam G 30 S Pki Serta Menunbuh Kembangkan Kebencian Sesame Anak Bangsa, Walaupun Kurikulum Ini Mendapat Protes Dari Kalangan Masyarakat Dan Tokoh Senior Umat Islam, Mengingat Kekejaman Dan Kebiadaban Pki Masa Itu. Maka Perlu Member Pelajaran Sejarah Kepada Siswa-Siswa Dan Mengharapkan Pergerakan Biadab Itu Tidak Terulang Lagi Pada Masa Yang Akan Datang. Lih. Martinis Yasmin, Profesionalisasi Guru Dan Implementasi Ktsp, (Jakarta: Gaung Persada, 2008) Hal., 49
[10] Soetjipto & Rafflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Hal., 149
[11] Saiful Arif, Pengembangan Kurikulum, (Pamekasan: Stain Pamekasan Press, 2009) Hal., 140
[12] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) Hal., 199

Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)


Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)

A. Pengertian

Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.
Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi kota Batu Jawa Timur, memiliki potensi budi daya apel dan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat kota Batu dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Batu sehingga ekonomi di wilayah kota Batu dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.

Kualitas dari proses dan realisasi keunggulan lokal tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, yang lebih dikenal dengan istilah 7 M, yaitu Man, Money, Machine, Material, Methode, Marketing and Management. Jika sumber daya yang diperlukan bisa dipenuhi, maka proses dan realisasi tersebut akan memberikan hasil yang bagus, dan demikian sebaliknya. Di samping dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, proses dan realisasi keunggulan lokal juga harus memperhatikan kondisi pasar, para pesaing, substitusi (bahan pengganti) dan perkembangan IPTEK, khususnya perkembangan teknologi. Proses dan realisasi tersebut akan menghasilkan produk akhir sebagai keunggulan lokal yang mungkin berbentuk produk (barang/jasa) dan atau budaya yang bernilai tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dan unik.

Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di SMA adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMA sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.

B. Potensi Keunggulan Lokal

Konsep pengembangan keunggulan lokal diinspirasikan dari berbagai potensi, yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), geografis, budaya dan historis. Uraian masing-masing sebagai berikut.

1. Potensi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota. Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole).

2. Potensi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena biasa diguncang gempa merupakan bangsa yang unggul dalam menghadapi gempa, sehingga cara hidup, sistem arsitektur yang dipilihnya sudah diadaptasikan bagi risiko menghadapi gempa. Kearifan lokal (indigenous wisdom) semacam ini agaknya juga dimiliki oleh penduduk pulau Simeulue di Aceh, saat tsunami datang yang ditandai dengan penurunan secara tajam dan mendadak muka air laut, banyak ikan bergelimpangan menggelepar, mereka tidak turun terlena mencari ikan, namun justru terbirit-birit lari ke tempat yang lebih tinggi, sehingga selamat dari murka tsunami. Pengertian transformatif artinya mampu memahami, menerjemahkan dan mengembangkan seluruh pengalaman dari kontak sosialnya dan kontaknya dengan fenomena alam, bagi kemaslahatan dirinya di masa depan, sehingga yang bersangkutan merupakan makhluk sosial yang berkembang berkesinambungan.

SDM merupakan penentu semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA, mencirikan identitas budaya, mewarnai sebaran geografis, dan dapat berpengaruh secara timbal balik kepada kondisi geologi, hidrologi dan klimatologi setempat akibat pilihan aktivitasnya, serta memiliki latar sejarah tertentu yang khas. Pada masa awal peradaban, saat manusia masih amat tergantung kepada alam, ketergantungannya yang besar terhadap air telah menyebabkan munculnya peradaban pertama di sekitar aliran sungai besar yang subur.

3. Potensi Geografis
Objek geografi antara lain meliputi, objek formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer (lapisan kehidupan fauna dan flora), dan antroposfer (lapisan manusia yang merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004) mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu tentang bumi dan kehidupan yang ada di atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan lokal dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut.

Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.
Seperti diketahui angin semacam itu menciptakan keunggulan lokal Sumber Daya Alam, yang umumnya berupa tanaman tembakau, bahkan tembakau Deli berkualitas prima dan disukai sebagai bahan rokok cerutu. Semboyan Kota Probolinggo sebagai kota Bayuangga (bayu = angin, anggur dan mangga) sebagai proklamasi keunggulan lokal tidak lepas dari dampak positif angin Gending.

4. Potensi Budaya
Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu upacara Ngaben di Bali, Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara adat perkawinan di berbagai daerah.

Sebagai ilustrasi dari keunggulan lokal yang diinspirasi oleh budaya, misalnya di Kabupaten Jombang Jawa Timur, telah dikenal antara lain:
a. Teater “Tombo Ati” (Ainun Najib)
b. Musik Albanjari (Hadrah)
c. Kesenian Ludruk Besutan
d. Ritualisasi Wisuda Sinden (Sendang Beji)

5. Potensi Historis
Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal.

Salah satu contoh keunggulan lokal yang diinspirasi oleh potensi sejarah, adalah tentang kebesaran “Kerajaan Majapahit”, antara lain : Pemerintah Kabupaten Mojokerto secara rutin menyelenggarakan Perkawinan ala Majapahit sebagai acara resmi yang disosilaisasikan kepada masyarakat;
a. Pada bulan Desember 2002, diadakan Renungan Suci Sumpah Palapa di makam Raden Sriwijaya (Desa Bejijong, Trowulan, Kab. Mojokerto) yang dihadiri Presiden RI K.H Abdurachman Wachid;
b. Festival Budaya Majapahit yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan dan Filsafat Javanologi dan Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (BKOK) bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Dinas P & K Kabupaten Mojokerto ( 27 Maret 2003).

PROFIL PBKL

Profil PBKL mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang terdiri dari 8 komponen, yaitu standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar penilaian, dan standar pembiayaan. Stiap komponen terdiri dari beberapa aspek dan indikator. Berikut ini diuraikan komponen, aspek dan indikator yang menggambarkan profil PBKL.

A. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

Sekolah memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat komponen yang dipersyaratkan dan telah disahkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Penyusunan KTSP dilakukan secara mandiri dengan membentuk Tim KTSP dan PBKL. Komponen KTSP memuat tentang visi, misi, tujuan, struktur dan muatan KTSP, yang mengakomodasi adanya program Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). KTSP dilengkapi dengan silabus yang penyusunannya melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan dan memuat program keunggulan lokal terintegrasi pada mata pelajaran yang relevan, muatan lokal atau mata peljaran keterampilan. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Memiliki dokumen Kurikulum
a. Dokumen KTSP disahkan Dinas Pendidikan Provinsi
b. KTSP disusun dengan memperhatikan acuan operasional yang mencakup:
Agama
Peningkatan iman dan taqwa serta ahlak mulia
Persatuan nasional dan nilai kebangsaan
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Dinamika perkembangan global
Tuntutan dunia kerja
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kesetaraan jender
Karakteristik satuan pendidikan
c. Proses penyusunan dokumen :
Membentuk Tim Penyusun KTSP (Kasek, Guru/Konselor) disertai uraian tugas masing-masing unsur yang terlibat
Menyusun progam dan jadwal kerja Tim Penyusun KTSP , yang mencakup: penyusunan draf, reviu, revisi, finalisasi, pemantapan, penilaian keterlaksanaan KTSP, dan tindak lanjut hasil penilaian secara komprehensif dan tersistem
Menganalisis konteks dan menyusun hasil analisis berupa :
Identifikasi SI dan SKL sebagai acuan dalam menjabarkan menjadi Indikator, Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Bahan Penilaian, dan Bahan/Media/Alat Pembelajaran, yang mencakup:
- Analisis kondisi satuan pendidikan (peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya dan program-program)
- Analisis peluang dan tantangan (daya dukung : Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan)
Membentuk Tim Pengembang PBKL
Menyusun program dan jadwal kegiatan Tim Pengembang PBKL
c. Melakukan analisis program keunggulan lokal dengan kegiatan:
Penelusuran potensi daerah yang mencirikan keunggulan lokal, yang mencakup :
- Potensi Sumber Daya Alam (SDA)
- Potensi Sumber Daya Manusia (SDM)
- Potensi Geografis
- Potensi Budaya
- Potensi Historis
Penelusuran bakat/minat dan kebutuhan peserta didik yang bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik
Pengkajian jenis pendidikan berbasis keunggulan lokal yang dapat dilaksanakan oleh sekolah
Penjajagan lembaga formal/non formal lain yang dapat menjadi mitra dalam pelaksanaan program pendidikan berbasis keunggulan lokal
2. Komponen KTSP, memuat :
a. Visi, misi, tujuan satuan pendidikan dan strategi (mencerminkan upaya untuk mencapai hasil belajar peserta didik yang berkualitas, dan didukung dengan suasana belajar dan suasana sekolah yang memadai/kondusif/menyenangkan dan mencirikan adanya program keunggulan lokal)
b. Struktur dan muatan KTSP, yang mencakup :
Mata pelajaran dan alokasi waktu berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
Program muatan lokal (mencakup : jenis program dan strategi pelaksanaan) dengan ketentuan :
- Pemilihan jenis mulok disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah
- Menjadi mata pelajaran tersendiri, yang SK/KD nya dikembangkan berdasarkan bahan kajian yang tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain
Kegiatan pengembangan diri yang diselenggarakan sebagai berikut:
- Program yang dilaksanakan bertujuan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat mereka, dan kondisi sekolah yang bersangkutan
- Kegiatan Pengembangan Diri dibimbing oleh Konselor dan Guru atau tenaga kependidikan lain
- Kegiatan pengembangan diri dilaksanakan melalui kegiatan antara lain Pelayanan Konseling (masalah pribadi, sosial, belajar), Pengembangan karir, kepramukaan, kepemimpinan, KIR, olah raga, seni, dan lain-lain
Pengaturan beban belajar yang mencerminkan adanya program keunggulan lokal diselenggarakan melalui strategi antara lain:
- Terintegrasi dalam mata pelajaran yang relevan Mata pelajaran Muatan Lokal
- Mata pelajaran Ketrampilan
- Program pengembangan diri (kreativitas siswa/ekskul)
Ketuntasan belajar minimal
- KKM seluruh MP ≥ 75 % dan dilengkapi dengan rencana pencapaian kriteria ketuntasan ideal 100%.
- Dilakukan melalui analisis Indikator, KD dan SK, dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata peserta didik (intake), kompleksitas SK/KD dan ketersediaan sumber daya dukung
Kenaikan kelas dan kelulusan
- Adanya kriteria kenaikan kelas yang disesuaikan dengan KKM yang telah ditetapkan dan karakteristik satuan pendidikan yang bersangkutan
- Adanya kriteria kelulusan ≥ 75 %
Penjurusan (adanya kriteria penjurusan dengan mempertimbangkan bakat, minat, prestasi siswa yang disesuaikan dengan KKM dan karateristik sekolah yang bersangkutan)
Mutasi siswa (adanya ketentuan tentang mutasi ke dalam maupun ke luar sesuai ketentuan yang berlaku)
Pendidikan kecakapan hidup yang mencakup jenis dan strategi pelaksanaan program di sekolah
- Terintegrasi pada MP atau berupa paket/modul yang dapat menunjang program PBKL)
- Menjadi salah satu program pengembangan diri
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global, tersusunnya program PBKL sebagai berikut:
- Strategi Pelaksanaan PBKL dengan cara:
Mengintegrasikan Substansi/bahan kajian keunggulan lokal dalam mata pelajaran yang relevan

Menyusun SK/KD PBKL dalam program Muatan Lokal (menjadi
mata pelajaran tersendiri)
Mengintegrasikan SK/KD PBKL dalam mata pelajaran Keterampilan
- Penyelenggaraan pembelajaran PBKL, dilakukan pada:
Seluruh pembelajaran dilaksanakan di sekolah yang bersangkutan
Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal lain
Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan/lembaga pendidikan nonformal
Kalender pendidikan tingkat satuan pendidikan yang disusun sesuai dengan kebutuhan daerah dan karakteristik sekolah
3. Penyusunan/pengembangan silabus
a. Silabus disusun/dikembangkan secara mandiri oleh satuan pendidikan dengan melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan
b. Memanfaatkan berbagai panduan dan contoh silabus yang dikembangkan oleh Pusat sebagai referensi dalam penyusunan/ pengembangan silabus di sekolah
c. Mengkaji keunggulan lokal/potensi daerah yang dapat:
- Integrasi ke dalam mata pelajaran yang relevan
- Muatan Lokal
- Mata pelajaran Keterampilan
d. Silabus disusun/dikembangkan dengan memperhatikan SI/SKL yang telah mengintegrasikan materi keunggulan lokal pada mata pelajaran tertentu yang relevan
e. Silabus disusun/dikembangkan melalui proses penjabaran SK/KD menjadi indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian hasil belajar untuk seluruh mata pelajaran, yang terdiri dari:
- Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
- Muatan Lokal
- Mata pelajaran Keterampilan
f. Silabus yang disusun telah mencakup seluruh mata pelajaran, baik yang SK/KD nya ditetapkan oleh pemerintah maupun yang disusun sekolah sesuai dengan kebutuhannya

B. Standar Proses

Sekolah mempunyai perencanaan pembelajaran yang telah mengintegrasikan program pendidikan berbasis keunggulan lokal, dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana, melakukan penilaian dengan berbagai cara, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh proses pendidikan yang terjadi di sekolah untuk mendukung pencapaian standar kompetensi lulusan. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada tujuh prinsip pelaksanaan kurikulum. Aspek dan indikatornya adalah:

1. Penyiapan perangkat pembelajaran
a. Adanya perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh setiap guru, antara berupa : RPP, Bahan Ajar, Media Pembelajaran, baik untuk pembelajaran reguler maupun remedial dan pengayaan
b. Adanya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri dari:
Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
Muatan Lokal
Mata pelajaran Keterampilan
c. RPP sekurang-kurangnya berisi/memuat tentang:Bahan cetak (modul, hand out, LKS, dll)
Tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar
Materi keunggulan lokal secara terintegrasi menjadi materi pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu atau menjadi mata pelajaran muatan lokal dan atau keterampilan
Pemanfaatan perpustakaan secara terintegrasi dalam proses pembelajaran terutama dlm mendukung materi PBKL
Pemanfaatan laboratorium secara terintegrasi dalam proses pembelajaran, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
d. Adanya Bahan Ajar dalam bentuk Cetakan (Modul, Hand Out, LKS dll), untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri dari:
Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
Muatan Lokal
Mata pelajaran Keterampilan
e. Adanya Bahan Ajar Berbasis IT (Modul, Hand Out, LKS, audio,visual, dll) untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri dari:
Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
Muatan Lokal
Mata pelajaran Keterampilan
f. Adanya program remedial sepanjang semester untuk seluruh mata pelajaran, secara berkelanjutan dan komprehensif.
g. Adanya program dan perangkat penelusuran bakat, minat dan potensi peserta didik
h. Adanya program pembimbingan/layanan konseling akademik maupun non akademik bagi peserta didik
i. Adanya Jadwal pemanfaatan perpustakaan untuk menunjang pembelajaran PBKL
j. Adanya program dan rancangan pembelajaran dengan mempertimbangkan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik untuk setiap pendidik
2. Pelaksanaan proses pembelajaran
a. Pembelajaran di sekolah diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif
b. Proses pembelajaran di sekolah mendorong prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan program keunggulan lokal yang dipilih peserta didik
c. Guru menerapkan aspek keteladanan selama proses pembelajaran
d. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK
e. Proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis, antara lain melalui pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar
f. Melaksanakan remedial secara berkelanjutan dan terprogram
g. Pelaksanaan program pembimbingan/layanan konseling akademik maupun non akademik bagi siswa
h. Melakukan penelusuran bakat dan minat peserta didik, dalam rangka pemilihan program keunggulan lokal oleh peserta didik
i. Proses Pembelajaran PBKL diselenggarakan melalui:
Pengintegrasian bahan kajian keunggulan lokal kedalam mata pelajaran umum dan atau mata pelajaran yang menjadi ciri program yang relevan
Muatan lokal (sebagai mata pelajaran tersendiri) sesuai dengan karakteristik PBKL yang diselenggarakan
Mata pelajaran Ketrampilan, sesuai dengan karakteristik PBKL yang diselenggarakan
j. Proses pembelajaran PBKL harus dapat membekali peserta didik tentang: pengetahuan dan sikap menghargai sumberdaya dan potensi daerah setempat, serta mampu menggali dan memanfaatkannya agar dapat digunakan sebagai bekal hidup di masa datang.
k. Proses Pembelajaran PBKL dapat dilakukan secara terintegrasi pada:
Seluruh pembelajaran dilaksanakan di sekolah yang bersangkutan
Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal lain
Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan/lembaga pendidikan nonformal
3. Pengawasan proses pembelajaran
a. Adanya program pengawasan proses pembelajaran secara komprehensif, tersistem dan berkelanjutan
b. Adanya perangkat pengawasan proses pembelajaran
c. Melaksanakan pengawasan pembelajaran yang intensif, melalui pemantauan, supervisi, evaluasi
d. Adanya laporan hasil pengawasan dan program tindak lanjut kegiatan pengawasan

C. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia sekolah yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Tenaga pendidik secara kualitas harus memenuhi kualifikasi akademik, sertifikasi profesi dan kesesuaian pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan secara kuantitas harus memenuhi ketentuan rasio guru dan siswa. Sedangkan tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala Sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan tenaga kebersihan. Tenaga kependidikan sekolah harus memenuhi persyaratan kompetensi yang dibutuhkan. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Kualifikasi akademik tenaga pendidik
a. Melakukan analisis kualifikasi pendidik dan kependidikan untuk mendukung program pendidikan berbasis keunggulan lokal
b. Lebih dari 75 % pendidik berkualifikasi akademik minimal D IV/S1 dan mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan . Telah memiliki tenaga pendidik bersartifikasi propesi. Memiliki lebih dari 75% tenaga pendidik bersertifikat profesi guru untuk SMA/MA
c. Adanya program peningkatan kualifikasi dan spesialisasi/ kompetensi pendidik pada satuan pendidikan yang bersangkutan, meliputi:
Peningkatan kualifikasi D IV dan atau S1
Peningkatan spesialisasi/kompetensi seluruh guru sesuai mata pelajaran yang diajarkan
Peningkatan spesialisasi/kompetensi guru sesuai dengan jenis program PBKL yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
Peningkatan kemampuan guru dalam pengkajian substansi keunggulan lokal menjadi SK, KD dan Materi Pembelajaran pada mata pelajaran yang relevan
Peningkatan kemampuan guru dalam pengembangan silabus
Peningkatan kemampuan guru dalam penyiapan RPP
Peningkatan kemampuan pendidik dalam pengembangan bahan ajar dalam bentuk cetakan
Peningkatan kemampuan pendidik dalam pengembangan bahan ajar berbasis TIK
Peningkatan kemampuan guru dalam pengembangan bahan ujian
Peningkatan kemampuan dan peran guru BK
d. Adanya guru bimbingan konseling/konselor sesuai dengan rasio jumlah siswa per guru
e. Adanya pendidik untuk program PBKL yang memiliki kualifikasi keahlian dan kompetensi sesuai dengan bidang PBKL yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
f. Adanya tenaga ahli/pengajar dari satuan pendidikan formal lain atau lembaga pendidikan non formal di lingkungan setempat, yang dapat membantu pelaksanaan pembelajaran PBKL di sekolah
2. Tenaga kependidikan
a. Tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri atas :
Kepala sekolah
Tenaga administrasi
Tenaga perpustakaan
Tenaga laboratorium
Tenaga kebersihan
b. Kualifikasi umum dan khusus tenaga kependidikan terpenuhi untuk:
Kepala sekolah
Tenaga administrasi
Tenaga perpustakaan
Tenaga laboratorium
Tenaga kebersihan
c. Jumlah tenaga kependidikan terpenuhi sesuai kebutuhan sekolah, yang meliputi :
Tenaga administrasi
Tenaga perpustakaan
Tenaga laboratorium
Tenaga kebersihan
d. Kepala Sekolah dibantu minimal tiga orang wakil kepala sekolah yang terdiri atas bidang Akademik, sarana prasarana, dan kesiswaan
e. Adanya program pemenuhan kebutuhan tenaga kependidikan
f. Adanya program peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi tenaga kependidikan, sesuai dengan tugas masing-masing untuk:
Kepala sekolah
Tenaga administrasi
Tenaga perpustakaan
Tenaga laboratorium
Tenaga kebersihan

D. Standar Sarana dan Prasarana

Sekolah memiliki sarana dan prasarana meliputi satuan pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan kelengkapan sarana dan prasarana. Sekolah minimum memiliki 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar. Dimana SMA dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 360 siswa. Lahan yang dimiliki sekolah memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik yang dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan gedung dan tempat bermain/berolahraga. Lahan harus memenuhi kriteria kesehatan dan keselamatan, kemiringan, pencemaran air dan udara, kebisingan, peruntukan lokasi, dan status tanah. Bangunan gedung memenuhi rasio minimum luas lantai, tata bangunan, keselamatan, kesehatan, fasilitas penyandang cacat, kenyamanan, keamanan. Bangunan gedung dipelihara secara rutin. Kelengkapan sarana prasarana yang tersedia meliputi : 1) ruang kelas, 2) ruang perpustakaan, 3) ruang laboratorium biologi, 4) ruang laboratorium fisika, 5) ruang laboratorium kimia, 6) ruang laboratorium komputer, 7) ruang laboratorium bahasa, 8) ruang pimpinan, 9) ruang guru, 10) ruang tata usaha, 11) tempat beribadah, 12) ruang konseling, 13) ruang UKS, 14) ruang organisasi kesiswaan, 15) jamban, 16) gudang, 17) ruang sirkulasi, 18) tempat bermain/berolahraga. Aspek dan indikatornya adalah :
1. Satuan pendidikan
a. Memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar
2. Lahan
a. Luas lahan sekolah memenuhi rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik (m2/peserta didik)
b. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat
c. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api
d. Lahan terhindar dari gangguan-gangguan pencemaran air, kebisingan, pencemaran udara
e. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah setempat
f. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun
3. Bangunan gedung
a. Bangunan gedung memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik (m2/peserta didik)
b. Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan yaitu memiliki struktur yang stabil dan kukuh, ilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir
c. Bangunan gedung memenuhi persyaratan kesehatan yaitu mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan pencahayaan yang memadai, memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan gedung, bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
d. Bangunan gedung menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat
e. Bangunan gedung memenuhi persyaratan kenyamanan yaitu mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu kegiatan pembelajaran, memiliki temperatur dan kelembaban yang tidak melebihi kondisi luar ruangan, setiap ruang dilengkapi dengan lampu penerangan
f. Bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan yaitu peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi penunjuk arah yang jelas
g. Bangunan gedung dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt
h. Bangunan secara berkala dilakukan pemeliharaan baik ringan maupun berat
4. Ruang Kelas
a. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan jumlah rombongan belajar
b. Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik
c. Rasio minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik
d. Ruang kelas dilengkapi sarana meliputi perabot (kursi dan meja peserta didik, kursi dan meja guru, lemari dan papan pajang), media pendidikan (papan tulis), perlengkapan lain (tempat sampah, tempat cuci tangan, jam dinding, soket listrik)
e. Ruang kelas memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan.
f. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar runagan jika terjadi bahaya dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.
5. Ruang perpustakaan
a. Luas minimum sama dengan luas 1 ruang kelas dengan lebar minimum
5 meter
b. Ruang perpustakaan dikelola berbasis ICT/TIK dilengkapi dg. sarana:
Buku (buku teks pelajaran, buku panduan pendidik, buku pengayaan, buku referensi, bahan ajar, dan sumber belajar lain)
Perabot (rak buku, rak majalah, rak surat kabar, meja baca, kursi baca, kursi kerja, meja kerja, lemari katalog, papan pengumuman, dan meja multi media)
Peralatan Multimedia (komputer, server, CD player, dll)
Bahan pembelajaran dalam bentuk cetakan dan berbasis TIK (software/CD)
Peralatan pengelolaan perpustakaan berbasis TIK (hardware dan software)
Perlengkapan lain (buku inventaris, tempat sampah, kotak kontak, jam dinding, kipas angin, AC, dll)
c. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku
d. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai
6. Laboratorium biologi
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan
d. Ruang laboratorium Biologi dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi guru dan siswa, meja siswa, meja demontrasi, meja persiapan, lemari alat, lemari bahan), bak cuci
Peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan)
Media pendidikan (papan tulis)
Bahan habis pakai
Perlengkapan lain (kotak kontak, alat pemadam kebakaran, peralatam P3K, tempat sampah dan jam dinding)
7. Laboratorium fisika
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan
d. Ruang laboratorium Fisika dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi guru dan siswa, meja siswa, meja demontrasi, meja persiapan, lemari alat, lemari bahan), bak cuci.
Media pendidikan (papan tulis)
Perlengkapan lain (kotak kontak, alat pemadam kebakaran, peralatam P3K, tempat sampah dan jam dinding)
8. Laboratorium kimia
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 romb. belajar
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan
d. Ruang laboratorium Biologi dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi guru dan siswa, meja siswa, meja demontrasi, meja persiapan, lemari alat, lemari bahan), bak cuci
Peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan)
Media pendidikan (papan tulis)
Bahan habis pakai
Perlengkapan lain (kotak kontak, alat pemadam kebakaran, peralatam P3K, tempat sampah dan jam dinding)
9. Laboratorium komputer
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @ 2 orang
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Ruang laboratorium komputer dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi dan meja peserta didik dan guru)
Peralatan pendidikan (Komputer, printer, scanner, titik akses internet, LAN, stabilizer dan modul praktik)
Media pendidikan (papan tulis)
Perlengkapan lain (kotak kontak, tempat sampah, jam dinding)
10. Laboratorium bahasa
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @ 2 orang
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Ruang laboratorium bahasa dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi, meja peserta dididk dan guru, lemari)
Peralatan pendidikan (perangkat multi media)
Media pendidikan (papan tulis)
Perlengkapan lain (kotak kontak, tempat sampah, jam dinding)
11. Ruang pimpinan
a. Luas minimum ruang 12 m2 dan lebar minimum 3 m
b. Mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah
c. Ruang pimpinan dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi dan meja pimpinan, kursi dan meja tamu, lemari, papan statistik)
Perlengkapan lain (simbol kenegaraan, tempat sampah dan jam dinding)
12. Ruang guru
a. Rasio minimum luas ruang 4 m2/pendidik, luas minimum ruang 72 m2
b. Mudah dicapai dari halaman sekolah atau dari luar lingkungan sekolah dan dekat dengan ruang pimpinan
c. Ruang guru dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi dan meja kerja, lemari, kursi tamu, papan statistik, papan pengumuman)
Perlengkapan lain (tempat sampah, tempat cuci tangan, jam dinding)
d. Pengaturan ruang guru memungkinkan untuk mobilitas MGMP rumpun mata pelajaran yang menunjang PBKL
13. Ruang tata usaha
a. Rasio minimum luas ruang 4 m2/petugas dan luas minimum ruang
16 m2
b. Mudah dicapai dari halaman sekolah atau dari luar lingkungan sekolah dan dekat dengan ruang pimpinan
c. Ruang tata usaha dilengkapi dengan sarana:
Perabot (kursi dan meja kerja, lemari, papan statistik)
Perlengkapan lain (tempat sampah, mesin TIK/komputer, filing kabinet, brankas, telepon, jam dinding, kotak kontak, penanda waktu/bel)
14. Tempat beribadah
a. Luas minimum ruang 12 m2
b. Tempat ibadah dilengkapi sarana meliputi perabot, dan perlengkapan lain
15. Ruang konseling
a. Luas minimum ruang 9 m2
b. Ruang koseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik
c. Ruang dilengkapi sarana sebagai berikut :
perabot (meja dan kursi kerja, kursi tamu, lemari, dan papan kegiatan)
peralatan konseling (instrumen konseling, buku sumber dan media pengembangan kepribadian)
perlengkapan lain (jam dinding)
16. Ruang UKS
a. Luas minimum ruang 12 m2
b. Ruang UKS dilengkapi sarana meliputi :
perabot (tempat tidur, lemari, meja dan kursi)
perlengkapan lain (catatan kesehatan, perlengkapan P3K, tandu, selimut, tensimeter, termometer badan, timbangan badan, pengukruan tinggi banda, tempat sampah, tempat cuci tangan, dan jam dinding)
17. Ruang organisasi kesiswaan
a. Luas minimum ruang 9 m2
b. Ruang dilengkapi perabot (meja kursi, papan tulis, lemari) dan peralatan lain (jam dinding)
18. Jamban
a. Minimum jamban setiap sekolah 3 unit untuk siswa dan guru
b. Luas minimum 2 m2/jamban
c. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan
d. Tersedia air bersih di setiap unit jamban
e. Jamban dilengkapi sarana perlengkapan lain (kloset jongkok, tempat air, gayung, gantungan pakaian, tempat sampah)
19. Gudang
a. Luas minimum 21 m2
b. Gudang dilengkapi sarana perabot (lemari, rak)
c. Gudang mudah dikunci dikunci
20. Ruang sirkulasi
a. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan antar ruang bangunan sekolah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m dan tinggi minimum 2,5 m
b. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik,beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup
c. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm
d. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga, bangunan dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum 2 tangga
e. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m
f. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum 17 cm, lebar anak tangga 25 - 30 cm dilengkapi pegangan tangga dengan tinggi 85 - 90 cm
g. Tangga memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga
h. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup
21. Ruang bermain/berolahraga
a. Memenuhi rasio luas minimum 3 m2/peserta didik
b. Tempat bermain/berolahraga berukuran minimal 30mx 20m
c. Tempat bermain/berolahraga berupa ruang terbuka sebagian ditanami pohon penghijauan
d. Tempat bermain/berolahraga diletakkan di tempat yang tidak menggangu proses pembelajaran di kelas
e. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan sebagai tempat parkir
f. Tempat bermain/berolahraga dilengkapi sarana :
Peralatan pendidikan (tiang bendera dan bendera, peralatan bola volley, peralatan sepak bola, peralatan basket, peralatan senam, peralatan atletik, peralatan seni budaya dan peralatan keterampilan
Perlengkapan lain (pengeras suara dan tape recorder)

E. Standar Pengelolaan

Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan program mulai dari penetapan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja. Pelaksanaan rencana kerja sekolah didasarkan pada struktur organisasi dan pedoman pengelolaan secara tertulis dibidang kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan. Disamping itu pelaksanaannya juga mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta melibatkan peran serta masyarakat. Aspek dan indikatornya adalah:
1. Program Kerja Sekolah
a. Memiliki Dokumen Program Kerja sekolah yang mencakup program rutin dan program rintisan PBKL, yang memuat:
Identitas Sekolah dan Kepala Sekolah
Visi sekolah
Misi sekolah
Tujuan Sekolah
Sasaran/Hasil /Output Program
Rencana Program, Pembiayaan dan Jadwal Kegiatan Sekolah selama 3 (tiga) tahun (TP. 2007/2008 s.d. 2009/2010)
Rencana Program, Pembiayaan dan Jadwal Kegiatan Sekolah 1 (satu) tahun (tahun pelajaran 2008/2009)
b. Memiliki program kerja sekolah dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan dokumen KTSP secara komprehensif/ berkelanjutan
c. Menyusun program kerjasama dengan satuan pendidikan formal (pendidikan menengah dan atau tinggi), lembaga pendidikan non formal dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan
2. Penyiapan Perangkat/Panduan Operasional Oleh Satuan Pendidikan
a. Menyusun Panduan kalender pendidikan/akademik yang menunjukkan aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, ekstra kurikuler, dan hari libur pada satuan pendidikan yang bersangkutan
b. Menyusun struktur organisasi satuan pendidikan dilengkapi dengan uraian tugas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
c. Menyusun Peraturan akademik yang mencakup:
Penerimaan Siswa Baru
Penjurusan
Pindah Sekolah
Kenaikan kelas dan kelulusan
d. Menyusun Peraturan dan tata tertib satuan pendidikan bagi pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik
e. Menyusun panduan penyelenggaraan program rintisan PBKL, yang dilakukan secara terintegrasi dengan cara :
Seluruh pembelajaran dilaksanakan di sekolah yang bersangkutan
Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal lain
Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan/lembaga pendidikan nonformal
f. Menyusun panduan pelaksanaan Pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang terkait
g. Menyusun panduan pembelajaran dan penilaian program PBKL yang dilaksanakan melalui:
h. Menyusun panduan pelaksanaan penelusuran dan analisis potensi dan keunggulan daerah
i. Menyusun panduan penetapan jenis program PBKL yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan ketersediaan daya dukung dan minat, bakat serta kebutuhan peserta didik
j. Menyusun Panduan penelusuran minat, bakat dan potensi peserta didik
k. Menyusun panduan pemilihan jenis program PBKL bagi peserta didik
l. Menyusun panduan pelaksanaan penilaian hasil belajar untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, dan rintisan uji kompetensi pada mata pelajaran tertentu
m. Menyusun panduan pelaksanaan Pengembangan Diri dalam bentuk:
Program Layanan Konseling bagi Peserta Didik (Akademik dan Non Akademik)
Program pengembangan karir dan kreativitas peserta didik
n. Menyusun Dokumen kemitraan dengan lembaga formal/non formal lainnya dalam pelaksanaan program keunggulan lokal
3. Melaksanakan Pengelolaan Ketenagaan
a. Pengelolaan Kelengkapan administrasi kepegawaian pendidik dan tenaga kependidikan.
b. Menyusun dan memiliki uraian tugas dan jadwal penugasan guru dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan proses pelaksanaan pendidikan di sekolah
c. Melaksanakan program pertemuan rutin dengan seluruh warga sekolah (Kasek, Wakasek, Guru, Karyawan, dan siswa)
d. Menyusun dan melaksanakan program pemberdayaan/kemitraan guru dari lembaga formal/non formal lainnya untuk pelaksanaan program rintisan PBKL
e. Menyusun/menetapkan Tim Pengembang &Pengelola program rintisan PBKL

4. Melaksanakan Pengelolaan Sarana dan Prasarana
a. Memiliki Jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan
b. Melaksanakan program pemberdayaan/kemitraan dengan lembaga formal/non formal lainnya dalam rangka pemanfaatan sarana prasarana untuk mendukung pelaksanaan program rintisan PBKL
c. Menyusun program pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan
5. Program Kesiswaan
a. Menyusun program dan strategi peningkatan daya tampung penerimaan siswa baru
b. Menyusun program kerja dan struktur organisasi OSIS
c. Melaksanakan program pengembangan karir dan kreatifitas siswa antara lain kegiatan: MOS, Kepramukaan, Kewirausahaan, Kepemimpinan, KIR, Kelompok Belajar, Keagamaan, Bakti Sosial, Studi Banding, Pertukaran Pelajar, Olah Raga, Seni, Keterampilan, dan lain-lain
d. Melaksanakan program layanan konseling bagi siswa baik akademik maupun non akademik
e. Memprogramkan pemberian beasiswa bagi peserta didik yang berprestasi dan kurang mampu
f. Menyusun program penelusuran alumni
g. Meningkatkan peran serta alumni untuk mendukung program kerja sekolah
6. Peningkatan Kualitas Kinerja Sekolah
a. Menyusun program dan strategi pelaksanaan pencapaian SNP, dalam rangka peningkatan kualitas kinerja satuan pendidikan
b. Menyusun program peningkatan status akreditasi sekolah "A"
7. Supervisi dan Evaluasi Keterlaksanaan program
a. Melakukan program supervisi dan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah
b. Menyusun Perangkat Supervisi dan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah
c. Memiliki Tim Supervisi dan Evaluasi Diri terhadap Kinerja sekolah
d. Melaksanakan supervisi dan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah
e. Menyusun dokumen laporan hasil supervisi dan evaluasi diri serta program tindak lanjut
8. Sistem Informasi Manajemen (SIM)
a. Adanya program dan strategi pengelolaan SIM, untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan pembelajaran, administrasi sekolah, dan layanan komunikasi baik internal maupun eksternal
b. Adanya program pengembangan sekolah sebagai :
Layanan Komunikasi dan Konsultasi bagi warga sekolah baik untuk kepentingan internal maupun eksternal
Pusat Sumber Belajar Belajar (PSB) berbasis TIK
c. Adanya fasilitas/sarana/infrastruktur pendukung pelaksanaan komunikasi dan layanan konsultasi berbasis TIK, yang mencakup:
Ruang kerja pengelola SIM
Tim Pengelola SIM (disesuaikan dengan butir 7.b)
Peralatan TIK (komputer, Server, Printer dll)
Jaringan/infrastruktur komunikasi berbasis TIK (Internet dan Intranet)
Website Sekolah
Bahan ajar berbasis TIK (software/CD/DVD)

F. Standar Pembiayaan

Pembiayaan Sekolah didasarkan pada rancangan biaya operasional program kerja tahunan meliputi investasi, operasi, bahan atau peralatan dan biaya personal. Sumber pembiayaan sekolah dapat berasal orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya. Penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan dan dikelola secara transparan dan akuntabel. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Jenis dan Sumber pembiayaan
a. Sekolah mengalokasikan biaya pendidikan untuk biaya investasi (penyediaan sarana prasarana, pengembangan SDM, dan modal kerja tetap), biaya operasi (gaji pendidik dan tenaga kependidikan), bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, biaya operasi pendidikan tak langsung), dan biaya personal (biaya pendidikan dari peserta didik)
b. Sekolah mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan secara mandiri
c. Memliki program dan upaya sekolah menggali dan mengelola serta memanfaatkan dana dari berbagai sumber (orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya) melalui laporan pertanggung-jawaban secara akuntabel dan transparan
d. Sekolah memiliki pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada standar pendidikan.
2. Rencana Anggaran, Program dan Biaya Sekolah (RAPBS)
a. Menyusun program dan strategi sekolah menggali dan mengelola serta memanfaatkan dana dari berbagai sumber (orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya) melalui laporan pertanggung-jawaban secara akuntabel dan transparan
b. Menyusun program dan strategi pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada SNP

G. Standar Penilaian Pendidikan

Sekolah melaksanakan penilaian pendidikan melalui proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian mengacu pada prinsip penilaian dengan menggunakan teknik dan instrumen penilaian yang sesuai berdasarkan mekanisme dan prosedur penilaian terstandar. Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Penyiapan Perangkat Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
a. Menyusun program dan jadwal penilaian hasil belajar untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas, termasuk remedial
b. Memiliki Perangkat Penilaian (berupa format penilaian)
c. Adanya Bahan Ujian/Ulangan (berupa Kumpulan Soal Ujian/Ulangan), berbasis TIK
d. Adanya Dokumen Laporan Hasil Belajar Siswa (Raport)
2. Pelaksanaan Penilaian Hasil belajar Peserta Didik
a. Seluruh pendidik telah melakukan penilaian hasil belajar untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas
b. Seluruh pendidik menerapkan teknik penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok
c. Melakukan upaya/program kerjasama dengan lembaga pendidikan lain, untuk penerbitan sertifikat kelulusan pada mata pelajaran/program pembelajaran tertentu yang kelulusannya dilakukan melalui uji kompetensi
d. Melaksanakan ujian kompetensi untuk mata pelajaran tertentu, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang terkait
3. Hasil Penilaian Pencapaian Kompetensi
a. Rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00
b. Persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir
c. Melakukan Analisis daya serap hasil/soal ujian nasional
d. Adanya program dan strategi sekolah untuk meningkatkan mutu lulusan berdasarkan hasil analisis daya serap soal ujian nasional



DAFTAR PUSTAKA

Abu-Duhou, I., 2002. School Based Management, Jakarta: Logos.

Anonim, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ausubel, D.P. 1978. Educational Psychology: A Cognitive View, New York:
Werbwl & Peck.

Bettencourt, A, 1989. What is Constructivism and Why Are They All Talking
about It?,Michign State University.

Bruner, J.S, 1977. The Process of Education, Cambridge: Harvard University
Press.

Johnson, E. B., 2002. Contextual Teaching and Learning, Thousand Oaks:
Corwin Press, Inc.

Komariah, A. dan Triatna, C., 2005. Visionary Leadership, Jakarta: Bumi
Aksara.